Social Icons

Just me see

Kamis, 07 Februari 2013

Laporan Kasus Spondylosis Lumbosakral


BAB I
PENDAHULUAN


1.1    LATAR BELAKANG
       Daerah lumbal terdiri atas Lumbal 1 sampai Lumbal 5 dan Lumbal 5 – Sakrum 1 yang paling besar menerima beban atau berat tubuh sehingga daerah lumbal menerima gaya dan stress mekanikal paling besar sepanjang vertebra (Bellenir K, 2008). Menurut The Healthy Back Institute (2010), daerah lumbal merupakan daerah vertebra yang sangat peka terhadap terjadinya nyeri pinggang karena daerah lumbal paling besar menerima beban saat tubuh bergerak dan saat menumpuh berat badan. Disamping itu, gerakan membawa atau mengangkat objek yang sangat berat biasanya dapat menyebabkan terjadinya cidera pada lumbar spine.
       Nyeri pinggang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi. Kondisi-kondisi yang umumnya menyebabkan nyeri pinggang adalah strain lumbar, iritasi saraf, radiculopathy lumbar, gangguan pada tulang (stenosis spinal, spondylolisthesis), kondisi-kondisi sendi dan tulang (spondylosis), dan kondisi-kondisi tulang kongenital (spina bifida dan skoliosis) (William C. Shiel Jr, 2009). Diantara kondisi tersebut, telah diobservasi bahwa sekitar 90% pasien nyeri pinggang mengalami spondylosis lumbar (Jupiter Infomedia, 2009). Sedangkan menurut Kelly Redden (2009), nyeri pinggang dibagi atas 2 bagian yaitu mekanikal nyeri pinggang dan non-mekanikal nyeri pinggang. Mekanikal nyeri pinggang terdiri dari lumbar strain/sprain, spondylosis lumbal, piriformis syndrome, herniasi diskus, spinal stenosis, fraktur kompresi osteoporotik, spondylolisthesis, fraktur traumatik, dan penyakit kongenital (skoliosis). Diantara kondisi tersebut, spondylosis lumbal menduduki peringkat kedua dengan persentase 10% dari mekanikal nyeri pinggang sedangkan lumbar strain/sprain memiliki persentase terbanyak yaitu 70% dari mekanikal nyeri pinggang.
Spondylosis lumbal merupakan penyakit degeneratif pada corpus vertebra atau diskus intervertebralis. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita. Faktor utama yang bertanggung jawab terhadap perkembangan spondylosis lumbal adalah usia, obesitas, duduk dalam waktu yang lama dan kebiasaan postur yang jelek. Pada faktor usia menunjukkan bahwa kondisi ini banyak dialami oleh orang yang berusia 40 tahun keatas. Faktor obesitas juga berperan dalam menyebabkan perkembangan spondylosis lumbar (Jupiter Infomedia, 2009).
Spondylosis lumbal merupakan kelompok kondisi Osteoarthritis yang menyebabkan perubahan degeneratif pada intervertebral joint dan apophyseal joint (facet joint). Kondisi ini terjadi pada usia 30 – 45 tahun namun paling banyak terjadi pada usia 45 tahun dan lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki. Sedangkan faktor resiko terjadinya spondylosis lumbar adalah faktor kebiasaan postur yang jelek, stress mekanikal dalam aktivitas pekerjaan, dan tipe tubuh. Perubahan degeneratif pada lumbar dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala) dan simptomatik (muncul gejala/keluhan). Gejala yang sering muncul adalah nyeri pinggang, spasme otot, dan keterbatasan gerak kesegala arah (Ann Thomson, 1991).
Problem nyeri, spasme dan keterbatasan gerak dapat ditangani dengan intervensi fisioterapi. Berbagai modalitas dapat digunakan untuk mengatasi problem tersebut. Pemberian Short Wave Diathermy yang menghasilkan efek thermal dapat menurunkan nyeri dan spasme otot. Adanya efek panas yang sedatif dapat merangsang ujung saraf sensorik dan proprioseptor sehingga nyeri dan spasme otot lambat laun akan menurun (Hilary Wadsworth, 1988). Kemudian pemberian William Flexion Exercise dapat menghasilkan peningkatan stabilitas lumbal dan menambah luas gerak sendi pada lumbal melalui peningkatan fleksibilitas dan elastisitas otot (Paul Hooper, 1999). Kondisi ini juga banyak ditemukan disetiap Rumah Sakit Kota Makassar dan di RSUD. Syekh Yusuf Gowa. Berdasarkan pengamatan peneliti, beberapa pasien yang berusia 40 tahun keatas dan umumnya wanita mengalami kondisi spondylosis lumbal dengan problem nyeri pinggang serta gangguan gerak dan fungsi pada lumbal. Keadaan ini biasanya membatasi aktivitas kegiatan sehari-hari penderita dan setelah beberapa kali ditangani oleh fisioterapi kondisinya menjadi membaik. Hal ini yang mendorong peneliti tertarik mengambil topik penelitian ini. “TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI  LUMBAL SAKRUM  DENGAN KLINIS LBP (LOW BACK PAIN) DEFINISI SPONDYOLOSIS LUMBAL DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD SIDOARJO




1.2.Rumusan Masalah

  Dengan Latar Belakang di atas penulis merumuskan masalah, sebagai berikut.

a)      Bagaimana prosedur pelaksanaan teknik pemeriksaan pada Kasus Lumbal Sakrum dengan Klinis LBP ( Low Back pain )di Instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo ? 
b)      kelebihan pemeriksaan menggunakan proyeksi Antero Posterior dan Lateral pada pemeriksaan di atas ?

1.3Tujuan Penulisa

            Laporan Praktek Kerja Lapangan 1 (PKL) 1 di Instalasi Radiologi RSUD SIDOARJO      ini disusun dengan tujuan:
1.        Tujuan umum.
      Sebagai syarat kelulusan dan Memenuhi Standart Kompetensi PKL 1  pada mata   kuliah semester III

 2.      Tujuan Khusus.
a.       Mahasiswa dapat melaksanakan administraasi pendaftaran sebelum pemotretan
b.      Menambah pengetahuan tentang teknik pemeriksaan radiografi LUMBAL SAKRUM Proyeksi AP(Antero- Posterior) dan Lateral pada kasus LBP( Low Back Pain)yang dilakukan di Instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo
c.       Dapat mengetahui dan melakukan teknik pemeriksaan radiografi Lumbal Sakrum
d.      Sebagai bahan informasi dan referensi bagi mahasiswi Akademi Rontgen


e.       Mahasiwa dapat Menentukan proyeksi pemotretan yang akan digunakan sesuai dengan formulir permintaan foto dan kondisi pasien
f.       Mahasiswa dapat menerapkan kaidah  proteksi radiasi dalam pemotretan Lumbal Sakrum
g.      Memenuhi tugas Laporan Kasus mata kuliah Praktek Kerja Lapangan I Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Widya Cipta Husada


1.4            . Metode Penulisan

         Metode penulisan yang dilakukan penulis adalah:
         1.      Observasi.
         Penulis melakukan pengamatan secara langsung di Instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo
         2.      Studi pustaka.
         Penulis membaca berbagai literatur yang berhubungan dengan kasus yang diambil.
  3.       Wawancara
           Penulis melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait.

1.5            Manfaat Penulisan

         Adapun manfaat dari penulisan laporan kasus ini adalah :
        1.5.1 Bagi Rumah Sakit khususnya Instalasi Radiologi
Dapat dipakai sebagai masukan dalam prosedur pemeriksaan radiografi Lumbal Sakrum.
1.5.2 Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana cara pemeriksaan Lumbal Sakrum
1.5.3 Bagi Akademik
Dapat dipakai sebagai literatur tambahan dan bahan acuan untuk pemeriksaan lebih lanjut tentang pemeriksaan Lumbal Sakrum.



1.6  Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut :
BAB I    PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,observasi,  manfaat penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II  DASAR TEORI
Berisi tentang Definisi, anatomi, fisiologi, eteologi dan faktor resiko, patologi,gejala klinis,komplikasi serta teknik radiografi Lumbal sakral.
BAB III PROFIL KASUS
Berisi tentang paparan kasus, tata laksana pemeriksaan dan pembahasan serta proteksi radiasi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang pembahasan kasus.
BAB V  PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran








                  
BAB II
DASAR TEORI

2.1      Definisi Spyndolosis Lumbal
(gambar 1.1 Spyndolyosis lumbal)
   Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis (corpus). Secara singkat, sponsylosis adalah kondisi dimana telah terjadi degenerasi pada  sendi intervertebral yaitu antara diskus dan corpus vertebra dan ligamen (terutama ligamen flavum) (John J. Regan, 2010).


2.2 Anatomi fisiologi
 
   Anatomi fisiologi adalah ilmu dalam bidang kesehatan / kedokteran yang mempelajari di dalamnya anatomi dan fisiologi metabolisme tubuh, anatomi dan fisiologi sistem saraf, anatomi dan fisiologi sistem digestif, anatomi dan fisiologi payudara, otak, panggul, dan bagian tubuh lainnya. ilmu anatomi tubuh manusia ini wajib dikuasi oleh mahasiswa bidang kedokteran khususnya, keperatan serta kebidanan. (Bruce M. Rothschild, 2009).

2.2.1 Anatomi

    1.Vertebra 
   Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur yang lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Diantara tiap dua ruas tulang pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 – 67 cm. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang-tulang terpisah dari 19 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang. Kolumna vertebra terdiri dari 7 vertebra servikal atau ruas tulang leher, 12 vertebra thorakal atau ruas tulang punggung, 5 vertebra lumbal atau ruas tulang pinggang, 5 vertebra sacrum atau ruas tulang kelangkang, 4 vertebra koksigeus atau ruas tulang tungging (Evelyn, 1999)


                                              (Gambar 1.2 Vertebra anatomy)

Dilihat dari samping kolumna vertebralis memperlihatkan 4 (empat) kurva atau lengkung. Di daerah vertebra servikal melengkung ke depan, daerah thorakal melengkung ke belakang, daerah lumbal melengkung ke depan, dan di daerah pelvis melengkung ke belakang. (Syaifuddin)

Anatomi yang akan diuraikan dalam Laporan kasus ini merupakan anatomi yang berhubungan dengan pemeriksaan Lumbosakral yang terdiri atas vertebra lumbal dan sakrum.


a. Lumbal
                        (gambar 1.3 vertebara Lumbal )

 Vertebralis lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Badannya lebih besar dibandingkan badan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal. Prosesus spinosusnya lebar, tebal, dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus transversusunya panjang dan langsing. Apophyseal joint dari lumbal lebih ke posterior dari coronal plane, artikulasi ini dapat dilihat dengan posisi oblik. Foramen intervertebralis dari lumbal berada ditengah dari sagital plane.
Vertebra lumbal terdiri dari dua komponen, yaitu komponen anterior yang terdiri dari korpus, sedangkan komponen posterior yaitu arkus vertebralis yang terdiri dari pedikel, lamina, prosesus transverses, prosesus spinosus dan prosesus artikularis. Setiap dua korpus vertebra dipisahkan oleh discus intervertebralis dan ditahan serta dihubungkan satu dengan yang lain oleh ligamentum.
Foramina vertebralis lumbalis berbentuk segitiga, ukurannya sedikit lebih besar dari milik vertebra thorakalis tapi lebih kecil dari vertebra servikalis. Bagian bawah dari medulla spinalis meluas sampai foramen vertebra lumbalis satu, foramen vertebra lumbal lima hamya berisi kauda equina dan selaput – selaput otak.
Prosesus transversus berbentuk tipis dan panjang kecuali pada vertebra lumbal lima yang kuat dan tebal. Berukuran lebih kecil daripada yang terdapat pada vertebra thorakalis.
Prosesus spinosus berbentuk tipis, lebar, tumpul dengan pinggir atas mengarah ke arah bawah dank e arah dorsal. Prosesus ini dapat diketahui kedudukannya dengan cara meraba atau palpasi.
Prosesus artikularis superior meripakan fasies artikularis yang sekung dan menghadap posteromedial, sebaliknya fasies artikularis inferiornya cembung dan menghadap ke anterolateralis(Ballinger, 1995).


b.Sakrum

 Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata (atau tulang koxa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis(panggul). Dasar dari sacrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas. Tepi anterior dari basis sacrum membentuk promontorium sakralis.
Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebralis (saluran tulang belakang) dan memang lanjutan daripadanya. Dinding kanalis sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf sacral. Prosesus spinosus yang rudimenter dapat dilihat pada pandangan posterior dari sacrum. Permukaan anterior sacrum adalah cekung dan memperlihatkan empat gili-gili melintang, yang menandakan tempat penggabungan kelima vertebra sakralis.
          (gambar  1.4 Vertebra sakrum)
Pada ujung gili-gili ini, disetiap sisi terdapat lubang-lubang kecil untuk dilewati urat-urat saraf. Lubang-lubang ini disebut foramina. Apex dari sacrum bersendi dengan tulang koksigeus. Di sisinya, sacrum bersendi dengan tulang ileum dan membentuk sendi sakro-iliaka kanan dan kiri(Evelyn, 1999).

2.2.2 Fisiologi
 Kolumna vertebralis merupakan bagian dari rangka batang badan. Berfungsi untuk menyalurkan berat kepala, ekstrimitas atas dan batang badan pada tulang panggul. Juga berfungsi untuk melindungi medula spinalis serta selaput otaknya yang mempunyai tempat di kanalis vertebralis. Fungsi ketiga dari kolumna vertebralis adalah untuk menghasilkan gerakan-gerakan serta menjadi tempat lekat dari otot-otot. (Bajpai, 1991)
Vertebra lumbosakaral merupakan bagian dari tulang belakang/kolumna vertebralis yaitu susunan tulang-tulang kecil yang dinamakan ruas tulang belakang.
Tulang belakang gunanya adalah untuk menahan kepala dan alat-alat tubuh yang lain, melindungi sumsum tulang belakang yaitu lanjutan dari sumsum penyambung otak yang terdapat di dalam saluran tulang belakang dan tempat tulang-tulang panggul bergantung (Amstrong, 1989).

2.3      Etiologi dan Faktor Resiko
 Spondylosis lumbal muncul karena proses penuaan atau perubahan degeneratif.  Spondylosis lumbal banyak pada usia 30 – 45 tahun dan paling banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita daripada laki-laki. Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan spondylosis lumbal adalah (Bruce M. Rothschild, 2009). :
a.       Kebiasaan postur yang jelek
b.      Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan membawa/memindahkan barang.
c.       Tipe tubuh
Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi degenerasi pada vertebra lumbal yaitu (Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009) :

a.     Faktor usia , beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses        penuaan merupakan faktor resiko yang sangat kuat untuk degenerasi tulang khususnya             pada tulang vertebra. Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis            deformans atau spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 – 70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan         sekitar 98% pada usia 70 tahun.
b.    Stress akibat aktivitas dan pekerjaan, degenerasi diskus juga berkaitan dengan      aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma       pada lumbar, indeks massa tubuh, beban pada lumbal setiap hari (twisting,         mengangkat, membungkuk, postur jelek yang terus menerus), dan vibrasi seluruh      tubuh (seperti berkendaraan), semuanya merupakan faktor yang dapat meningkatkan      kemungkinan spondylosis dan keparahan spondylosis.
c.   Peran herediter, Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan         degenerasi diskus. Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50%      variabilitas yang ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter.           Kedua penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif           yang menunjukkan bahwa sekitar ½ (47 – 66%) spondylosis berkaitan dengan faktor      genetik dan lingkungan, sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik dan         resistance training.
d.     Adaptasi fungsional, Penelitian Humzah and Soames menjelaskan bahwa perubahan          degeneratif pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan kinematik vertebra.          Osteofit mungkin terbentuk dalam proses degenerasi dan kerusakan cartilaginous      mungkin terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat terbentuk akibat adanya     adaptasi fungsional terhadap instabilitas atau perubahan tuntutan pada vertebra            lumbar.
2.4     Patofisiologi
Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara lain:
a.    Annulus fibrosus  menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan muncul              retak pada berbagai sisi.
b.   Nucleus pulposus kehilangan cairan
c.    Tinggi diskus berkurang
d.   Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat            hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala.
Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya crush fracture.
Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal terutama pada daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari spinal cord membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis intervertebralis.
Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan perubahan pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan penekanan pada akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis. (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, 2006).


2.5      Gambaran klinis
            Perubahan degeneratif dapat menghasilkan nyeri pada axial spine akibat iritasi nociceptive yang diidentifikasi terdapat didalam facet joint, diskus intervertebralis, sacroiliaca joint, akar saraf duramater, dan struktur myofascial didalam axial spine (Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009).
Perubahan degenerasi anatomis tersebut dapat mencapai puncaknya dalam gambaran klinis dari stenosis spinalis, atau penyempitan didalam canalis spinal melalui pertumbuhan osteofit yang progresif, hipertropi processus articular inferior, herniasi diskus, bulging (penonjolan) dari ligamen flavum, atau spondylolisthesis. Gambaran klinis yang muncul berupa neurogenik claudication, yang mencakup nyeri pinggang, nyeri tungkai, serta rasa kebas dan kelemahan motorik pada ekstremitas bawah yang dapat diperburuk saat berdiri dan berjalan, dan diperingan saat duduk dan tidur terlentang (Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009).
Karakteristik dari spondylosis lumbal adalah nyeri dan kekakuan gerak pada pagi hari. Biasanya segmen yang terlibat lebih dari satu segmen. Pada saat aktivitas, biasa timbul nyeri karena gerakan dapat merangsang serabut nyeri dilapisan luar annulus fibrosus dan facet joint. Duduk dalam waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri dan gejala-gejala lain akibat tekanan pada vertebra lumbar. Gerakan yang berulang seperti mengangkat beban dan membungkuk (seperti pekerjaan manual dipabrik) dapat meningkatkan nyeri (John J. Regan, 2010).

 2.6      Komplikasi
Skoliosis merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita nyeri punggung bawah karena Spondilosis. Hal ini terjadi karena pasien selalu memposisikan tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa mempedulikan sikap tubuh normal. Hal ini didukung oleh ketegangan otot pada sisi vertebra yang sakit.




2.7  Teknik radiografi

Dalam pemeriksaan Spondyolosis dibuat foto polos Lumbo Sakrum. Dengan menampakkan besar (ukuran) Tulang Vertebrae Lumbal Dan Sakrum.dan pada  Proyeksi yang diambil antero-posterior (AP) Dan Lateral . (http://dadang-saksono.blogspot.com/2010/07
 2.7.1 Persiapan Alat Dan Pasien

             a.Persiapan Pasien
                         1.Pasien ganti baju dan melepaskan benda-benda yang mengganggu                                       gambaran radiograf.
                         2.Petugas menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien.

                 b.Persiapan Alat dan bahan
Alat–alat dan bahan yang dipersiapkan dalam pemeriksaan vertebra lumbosakral antara lain :
    1.Pesawat sinar-X siap pakai
    2.Kaset dan film sinar-X sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan (30 x 40              sebanyak 2 buah)
   3.Marker untuk identifikasi radiograf
   4.Grid atau bucky table
   5.Alat fiksasi bila diperlukan
   6.Alat pengolah film





2.7.2 Proyeksi pemeriksaan

               a.Proyeksi Anteroposterior

                     1.Tujuan
   Mendapatkan radiograf dari lumbal, ruang diskus intervertebralis, ruang interpediculate, lamina, processus spinosus, processus transversus dan sakrum.
                       2.Posisi Pasien
                           Pasien tidur supine, kepala di atas bantal, knee fleksi.
                      3.Posisi Obyek
a)                  Atur MSP tegak lurus kaset/meja pemeriksaan (jika pakai buki).
b)                  Letakkan kedua tangan diatas dada.
c)                   Tidak ada rotasi tarsal / pelvis.

Gambar 1.5 (Posisi Anteroposterior  Vertebra LumbaL Sakrum)

         4.Sinar
            CR : Tegak lurus kaset
             CP : (a) Setinggi Krista iliaka (interspace L4-L5) untuk memperlihatkan                                             lumbal sacrum dan posterior Cocygeus.
                        (b) Setinggi L3 (palpasi lower costal margin/4 cm di atas crista iliaka)                            untuk memperlihatkan lumbal.
                        SID : 100 cm
Eksposi : Saat eksposing pasien di arahkan tarik nafas,keluarkan dan tahan nafas
5. Faktor eksposi
            Lumbal Sakrum AP(Antero-Posterior)
No
Ketebalan Obyek
KV
MA
SEC.
1
Kurus
67
200
0,160
2
Sedang
73
200
0,160
3
Gemuk
80
200
0,160


Kriteria : Tampak vertebra lumbal, space intervertebra, prosessus spinosus dalam satu garis pada vertebra, prosessus transversus kanan dan kiri berjarak sama.

            b.  Proyeksi Lateral
                      1). Tujuan
                           Mendapatkan radiografi lumbal, processus spinosus, persimpangan                                       lumbosakral, foramen   intervertebralis dan sacrum.

                            2). Posisi Pasien
                                 Pasien lateral recumbent, kepala di atas bantal, knee fleksi, di bawah knee                          dan ankle diberi pengganjal
      
                            ( Gambar 1.6 Posisi Lateral (Bontrager, 2001)

                      3). Posisi obyek    :
                                  a. Atur MSP(mide sagital plane) tegak lurus kaset .
                                   b. Pelvis dan tarsal true lateral
                                   c. Letakkan pengganjal yang radiolussent di bawah pinggang agar                                           vertebra lumbal sejajar pada meja (palpasi prosessus spinosus).
                      4). Sinar :
                                    a.    CR : Tegak lurus kaset.
                                     b.    CP : Setinggi Krista iliaka
                                     c.    SID : 100 cm.
                                     d.    Eksposi : Ekspirasi tahan napas.

                      5). Faktor eksposi
NO
KETEBALAN OBYEK
KV
MA
SEC.
1
Kurus
70
200
0,250
2
Sedang
75
200
0,250
3
Gemuk
83
200
0.250

Kriteria :
a.    Tampak foramen intervertebralis L1 – L4, Corpus vertebrae, space intervertebrae, prosessus spinosus dan L5 – S1
b.    Tidak ada rotasi


      2.8 Proteksi radiasi

Proteksi Radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik kesehatan lingkungan yaitu tentang proteksi yang perlu diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang terhadap kemungkinan diperolehnya akibat negatif dari radiasi pengion. 

Filosofi proteksi radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi (International Commission on Radiological Protection, ICRP) dalam suatu pernyataan yang mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai berikut: 

1. Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang positif dibandingkan dengan risiko, yang dikenal sebagai azas justifikasi
2. Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa dicapai (as low as reasonably achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, yang dikenal sebagai azas optimasi
3. Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh ICRP untuk suatu lingkungan tertentu, yang dikenal sebagai azas limitasi

Konsep untuk mencapai suatu tingkat serendah mungkin merupakan hal mendasar yang perlu dikendalikan, tidak hanya untuk radiasi tetapi juga untuk semua hal yang membahayakan lingkungan. Mengingat bahwa tidak mungkin menghilangkan paparan radiasi secara keseluruhan, maka paparan radiasi diusahakan pada tingkat yang optimal sesuai dengan kebutuhan dan manfaat dari sisi kemanusiaan. 

Menurut Bapeten, nilai batas dosis dalam satu tahun untuk pekerja radiasi adalah 50 mSv (5rem), sedang untuk masyarakat umum adalah 5 mSv (500 mrem). (BAPETEN, 2001):

2.8.1      Proteksi radiasi untuk masyarakat umum :
-             Nilai batas dosis radiasi untuk masyarakat umum adalah 5 mSv/tahun atau 1/10 dari pekerja radiasi.
-          Nilai batas dosis untuk penyinaran lokal adalah 50 mSv (5 rem) / tahun selain lensa mata 15 mSv (1,5 rem) / tahun.
-          Pengantar pasien atau perawat tidak diperbolehkan berada di dalam ruang pemeriksaan pada waktu eksposi.
-          Bangunan instalasi radiologi dirancang sedemikian rupa sehingga radiasi hambur dapat diserap.



2.8.2   Proteksi radiasi untuk pasien
-          Membatasi luas lapangan penyinaran.
-          Gunakan apron untuk melindungi gonad pasien, ini seharusnya dilakukan pada pasien.
-          Mengatur dosis radiasi sesuai kondisi obyek yang akan diperiksa/meminimalisasi dosis radiasi.
-          Memposisikan pasien dengan benar sehingga dapat mengurangi terjadinya pengulangan pemotretan.
2.8.3    Proteksi radiasi untuk pekerja radiasi :
-          Nilai batas dosis pekerja radiasi adalah 50 mSv/tahun atau ( 5 rem) / tahun.
-          Pekerja radiasi tidak dibenarkan memegang pasien selama eksposi.
-          Hindari penyinaran bagian-bagian yang tidak terlindungi.
-          Pemakaian sarung tangan, apron yang berlapis Pb dengan tebal 0,5 mmPb.
-          Gunakan alat pengukur radiasi.
-          Periksa perlengkapan-perlengkapan yang akan digunakan apabila ada kemungkinan bocor/rusak.















BAB III
PROFIL KASUS
3.1 Profil Kasus.

Pada laporan ini akan membahas tentang adanya profil kasus Lumbal sakrum pada indikasi LBP(Low back pain ) pada Spyndolyosis Lumbal yang terjadi di RSUD            SIDOARJO. pada pasien :
   Nama                           : Ny. HZ
  Umur                            : 37 tahun
  Jenis Kelamin                : perempuan
  Alamat                         : Pondok jati
 Keterangan Klinis         : LBP(low back pain)
 Definisi analisa             : -  Spyndolyosis Lumbal
              
       3.2    Riwayat pasien

                 Seorang Perempuan 37 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri        pinggang bawah menjalar ke tungkai. Awalnya pasien merasakan nyeri pada    pinggang, kemudian pasien berobat ke tukang urut. Keesokan harinya pasien             merasakan nyeri menjalar ke tungkai kanan bawah. Nyeri timbul tiba-tiba, terasa    seperti berdenyut dan ditusuk-tusuk. Nyeri pinggang menjalar ke sisi luar tungkai kanan hingga ke ibu jari kaki. Nyeri bertambah jika pasien bangkit dari duduk, saat          batuk dan   mengejan. Nyeri berkurang saat pasien tidur dengan memiringkan badan     ke sisi yang tidak sakit. Pasien merasakan sedikit bebas pada tungkai             kanannya. Kelemahan anggota gerak tidak adaBAB dan BAK biasa. Demam tidak         ada. Penurunan berat badan tidak ada. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga .hal            ini terjadi berapa selang stelah melahirkan anak yang ke2.
3.3 Pembahasan Kasus

         Dalam kasus ini, Pemeriksaan Lumbal Sakrum di Instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo tidak memerlukan persiapan khusus, cukup memberikan penjelasan kepada pasien mengenai jalannya pemeriksaan supaya pasien merasa nyaman. Pasien di suruh ganti baju serta diberitahu untuk melepas benda-benda yang bersifat radioopaque.

Pada prosedur pemeriksaan diagnostik menggunakan Proyeksi AP dan Lateral dalam pemeriksaan tersebut . Pemeriksaan radiografi ini dilakukan untuk mendiagnosa dan meyakinkan persyarafan pada sendi tulang Vertebra Lumbosakral yang menyebabkan LBP(low back pain) Yang biasa disebut nyeri tulang belakang dan juga  serta membahas kesesuaian pemeriksaan di lapangan dengan teori yang ada. Adapun prosedur dan alat pemeriksaan Lumbal sakrum adalah sebagai berikut :

1.      Pesawat Rontgen
 (Quantum Medical imaging)

Merk                            :  Thosiba
Manufactured             :  sept 2010 / 2010 – 09
Unit model                  :  E7242X
(Sn) Ser. No                :  10J006
Insert model                :  E7242
Ser.No                         :  OHO663
Max. voltage               :  125 kv
Focal Spot                   :  1.5 / 0.6
Pemanen filtration       :  0.9 AI / 75
Sup.symbol                 :  OMI
Stator                          :  XS – RA
(gambar 1.7 Pesawat konventional Ronthgen)

2.      Kaset dan Film Rontgen

Film     : KODAK Lanex-Reguler screens Kodak X-omat Cassete
Kaset dan film Rontgen yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah green sensitive yang memiliki ukuran yaitu 30 x 40 cm.
            (gambar 1.8 Kaset)
3.      Marker
Marker atau penandaan yang terbuat dari timbal dengan huruf R atau L sangat penting untuk menghindari kesalahan diagnosa.



                       

                        (gambar 1.9Marker)

4.      Processing Automatic
II).              .    Pengolahan Film Secara Otomatis
III).           Prinsip yang digunakan pada pengolahan film secara otomatis pada dasarnya sama dengan pengolahan film secara manual. Namun pada pengolahan film secara otomatis tidak ada tahapan rinsing. Hal ini dikarenakan tahapan rinsing sudah digantikan oleh roller yang berada di dalam mesin automatic processing. Tahapan yang ada pada automatic processing adalah developing, fixing, washing, dan drying.
IV).           Lamanya waktu pengolahan film pada automatic processing lebih singkat karena suhu larutan developer dan fixing lebih tinggi sehingga mengakibatkan keaktifannya meningkat, dan terjadinya agitasi secara terus menerus oleh roller.

              
(gambar 10 prosesing film)

5. Stasionary Grid
 Fungsi grid adalah mengurangi radiasi hambur yang mencapai film ketika proses pemotretan radiografi terjadi. Kualitas gambar akan meningkat bila scatters (radiasi hambur) dapat dikendalikan atau direduksi. Grid terlihat seperti sebuah lembar metal lembut yang sederhana, tetapi sebenarnya sebuah alat yang dibuat dengan presisi tinggi tetapi alat ini juga mudah rusak.

(Gambar  11  Stasionary Grid)

6.      Id Camera
                    Untuk mengetahui identitas pasien
            (Gambar  12 Printing Nama)

3.3 Pelaksanaan pemeriksaan
3.3.1        Persiapan pasien
Tidak ada persiapan khusus pada pemeriksaan Lumbal Sakrum , hanya melepaskan benda-benda yang dapat menimbulkan artefak pada radiograf.
3.3.2                                Persiapan Alat
a.      Pesawat sinar-X.
b.      Kaset ukuran 30x40cm.
c.       Marker R dan L.
d.      Prosesing Automatic
e.       Stasionary Grid.
f.       Printing Nama.
3.3.3                                Tehnik Pemeriksaan
             1. Pemeriksaan Foto Lumbal Sakrum AP (antero-posterior) :
a.        Posisi pasien
Tidur supine di atas meja pemeriksaan, tangan disamping badan.

b.       Posisi objek  
Pusatkan MSP(Mide Sagital Plane)tubuh ditengah garis meja, untuk mencegah rotasi tulang belakang, tempatkan bahu dan pinggul pada bidang horisontal dan sesuaikan MSP(Mide Sagital Plane) kepala sehingga sejajar pada bidang yang sama dengan tulang belakang. Elbow difleksikan dan tempatkan kedua tangan diatas dada. Pastikan tidak ada rotasi pada pelvis dan kedua lutut diluruskan.
c.       Central Ray
                        Tegak lurus dengan bidang film
d.       Central Point
                        Pada MSP(Mide Sagital Plane)  Diantara Lumbal 4 – Lumbal 5                                           atau setinggi dengan crista illiaca
e.    Film Focus Distance (FFD)
 FFD berjarak 100 cm.
f.     Faktor eksposi
  kVp : 73, mAs :32
g.    Kaset
 30 X 40 cm.
h.    Kolimasi
batas atas prosesus xypoidius, batas bawah simpisis pubis, dan atur batas kanan kiri agar lumbosakrum tidak terpotong

                                    (Gambar 13 Proyeksi AP Lumbosakral)
.     Kriteria gambar :
·         Tampak vertebra lumbal,
·         space intervertebra,
·         prosessus spinosus dalam satu garis pada vertebra,
·         prosessus transversus kanan dan kiri berjarak sama.
·         Tampak marker R/L
·         Kolimasinya sesuai dengan objek yang diperiksa


2.        Pemeriksaan Foto Lumbal Sakrum Lateral

a.Posisi pasien
             Pasien lateral recumbent, kepala di atas bantal, knee fleksi, dibawah knee dan  ankle         diberi pengganjal.
        b.Posisi objek  
             Pasien tidur miring kearah yang diperiksa, knee joint fleksio, pinggul diganjal                    untuk mengurangi tekanan. Bidang coronal median tubuh segaris dengan mid              line meja sehingga sumbu panjang tulang belakang terletak pada bidang mid                 line meja. Beri pengganjal pada kepala pasien sehingga MSP(Mide Sagital Plane) kepala sejalan dengan tulang belakang. Elbow fleksi, untuk mencegah rotasi lutut             diganjal dengan alat fiksasi. Gunakan gonad pada pasien pria. Beri aba-aba pada     pasien untuk menahan napas pada saat ekspos
         c .Central Ray
             Tegak lurus kaset
          d. Central Point
               (a) Setinggi Krista iliaka (interspace L4-L5) untuk memperlihatkan lumbal                                acrum dan posterior Cocygeus.
               (b) Setinggi L3 (palpasi lower costal margin/4 cm di atas crista iliaka) untuk                              memperlihatkan lumbal.
         e.    Film Focus Distance (FFD)
             FFD berjarak 100 cm.
          f.     Faktor eksposi
             kVp75 : , mAs :50
         g.    Kaset
                       30 X 40 cm.
                  h.    Kolimasi
                   batas atas prosesus xypoidius, batas bawah simpisis pubis, dan atur batas kanan                  kiri agar organ lumbosakrum mencangkup keseluruhan.

(Gambar 14 Proyeksi Lateral Lumbosakral )
.     Kriteria gambar :  
                        A.
·         Tampak foramen intervertebralis Lumbal 1 – Lumbal 4,
·         Corpus  vertebrae,
·         space intervertebrae,
·         prosessus spinosus dan Lumbal 5 – Sakrum 1.














BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah penulis melakukan pengamatan Administrasi dan pemotretan secara langsung terhadap jalannya pemeriksaan, untuk itulah dalam pembahasan ini akan penulis membahas hal-hal yang berkaitan dengan hasil dari teknik pemeriksaan Lumbosakral pada klinis spondyolosis Lumbalis.

4.1. Pembahasan Administrasi
             Pasien atas nama Ny.HZ datang ke administrasi radiologi untuk mendaftar dengan           membawa Surat pengantar dari poli rehabilitasi medik dengan permintaan     Lumbosakral pada klinis Spondyolosis Lumbalis,pada permintaan proyeksi photo      AP(antero posterior) dan lateral.Setelah pendaftaran administrasi pasien diharap             menunggu di depan ruang photo untuk pemeriksaan lebih lanjut.
      Menurut pendapat penulis pada sistem prosedur yang sudah diterapkan pada bagian          administrasi sudah cukup baik. Dari pendaftaran,proses data dan pencatatan. Namun         pada berkas pengantar sampai pada radiografer terkadang lama . Sehinga pada antrian          tunggu pasien menumpuk.

4.2.Prosedur pemeriksaan
                     Pemeriksaan Lumbosakral di RSUD Sidoarjo pada kasus spondyolosis lumbalis tidak diperlukan suatu persiapan khusus, tetapi memerlukan tindakan segera dan proyeksi yang dipergunakan adalah AP(antero-posterior dan lateral)pada posisi supine .
           a. proyeksi AP(antero-posterior)
                 pada persiapan pasien . pertama pasien terlebih dahulu ganti baju di kamar yang    sudah   disediakan agar tak terdapat bayangan radiopaque.radiografer mempersiapkan   alat dan kaset beserta grid , karena pada pemeriksaan ini tidak menggunakan meja        bucky. Posisi pasien supine terlentang dan kaset pada tepat pada pertengahan             Lumbosakral pada CP(center point) SIAS(spina iliaka antero posterior) pada proyeksi        pemeriksaan ini kriteria pemeriksaan gambar harus mencangkup vertebra lumbal,      space intervertebra, prosessus spinosus dalam satu garis pada vertebra, prosessus     transversus kanan dan kiri berjarak sama.
         b.proyeksi lateral
         prosedur tetap sama pada pemeriksaan sebelumnya hanya pada kali ini pasien miring          indorotasi dan kolimasi sesuai batas penyinaran,pada pemeriksaan ini bertujuan untuk           Mendapatkan radiografi lumbal,processus spinosus,persimpangan lumbosakral,             foramen   intervertebralis dan sacrum

4.3.  Proses Radiofotografi
                  Pada RSUD Sidorajo proses pencucian film sudah sesuai dengan standar mulai mentup pintu ruangan kamar gelap dan mematikan lampu serta di lanjutkan dengan memasukannya film ke automatic prosesor.
      Menurut pendapat penulis penggunaan automatic prosesor  sudah  umum dilakukan dan apabila cairan developer  dan fixer sudah lemah akan menggangu kualitas film radiograf dan foto akan di ulang pemeriksaanya pada pasien sehingga menambah efek radiasi pada pasien yang
4.4 Proteksi Radiasi
     
Di instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo pada pemeriksaan Lumbo sakral       terdapat Gonald shield pada leher , kepala dan mata untuk melindungi radiasi    tapi alat ini jarang dipakai,sehingga operator hanya membatasi kolimasi seminimalis mungkin untuk paparan radiasi pada pasien


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan paparan kasus Lumbo sakral dengan indikasi spyndyolosis Lumbal di Instalasi Radiologi RSUD SIDOARJO dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      Dengan pemeriksaan Lumbo sakral posisi AP(Antero-Posterior) Dan Lateral dapat diketahui dengan jelas bahwa  telah terjadi degenerasi pada  sendi intervertebral yaitu antara diskus dan corpus vertebra .
2.     Foto proyeksi AP Dan Lateral Sudah Cukup menegakkan Diagnosa pada pemeriksaan tersebut.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan sehubungan dengan penulisan laporan kasus ini adalah :
1.      Untuk petugas Radiografersaat melakukan pemeriksaan selalu menjaga komunikasi yang baik dengan pasien.
2.       Kurangnya jumlah alat imobilisasi, seperti spone atau pengganjal obyek.
3.      Proteksi radiasi bagi pasien perlu di tingkatkan dengan membatasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan luas obyek yang akan di foto.
4.      Pada pemeriksaan Lumbo Sakral terhadap pasien sebaiknya digunakan Gonald Shield.
4.    Proteksi radiasi bagi masyarakat umum hendaknya pengantar pasien atau orang yang tidak berkepentingan tidak di perbolehkan masuk di dalam ruang pemeriksaan dan di persilahkan menunggu di ruang tunggu yang ada di depan kamar pemeriksaan dan pintu kamar pemeriksaan di tutup rapat.



                                                    DAFTAR PUSTAKA

Bratton, Robert L. Assessment And Management Of Acute Low Back Pain. The American academy of family physician. November 15, 1999 (online www.aafp.org22 September 2008)
Ballinger, Philip W. 2003. Merrill’s Atlas of Radiographic Position & Radiologic Prosedures volume one. USA: Mosby.
Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rahman, Nova. 2009. Radiofotografi. Padang: Universitas Baiturrahman.
Bontrager, K.L., 2001. Text Book Of Radiographic Positioning and Related Anatomy, Mysby Inc,. Missauri.
Barbara J.N., dkk., 2004. Differences in Measurements of Lumbar Curvature
Related to Gender and Low Back Pain. Journal of Orthopaedic & Sports
Physical Therapy 34(9): 524-534.

http://www.scribd.com/doc/44834841/Spondylosis-Lumbalis






TEHNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI LUMBOSAKRAL DENGAN KLINIS SPYNDPOALISIS LUMBAL  DI INSTALASI RADIOLOGI
RSUD SIDOARJO

 










Disusun oleh :
RIFKI DWI YULIANZA
NIM : 1111041016

PRODI D3
TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
STIKes Widya Cipta Husada
Kepanjen - Malang
2013
HALAMAN PENGESAHAN


Telah diperiksa dan disetujui untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan I Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi STIKes Widya Cipta Husada Kepanjen Malang.
Nama     : Rifki dwi yulianza
Nim       : 1111041016
Judul     : ”Tehnik Pemeriksaan Lumbosakral di Instalasi Radiologi RSUD  Sidoarjo.


                                                                        Sidoarjo , 13 januari 2013


                                                    Mengesahkan



 CI STIKes WCH                                                              CI Radiologi RSUD Sidoarjo



            (..............................)                                                               (...................................)
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan segala puji syukur kepada Tuhan YME atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan (PKL) I dari tanggal 17 Desember 2012 sampai 13 Januari 2013 di Instalasi Radiologi RSUD  Kabupaten Sidoarjo.
Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, dan untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.      Bapak Rony Prisyanto, SST selaku Kaprodi D3 Radiologi STIKes Widya Cipta Husada.
2.      Direktur RSUD Sidoarjo yang telah bersedia memberi tempat untuk lahan PKL I.
3.      Bapak Martono , SST selaku CI Institusi.
4.      Bapak Adhi Artono,Amd Rad
5.      Bapak Bambang, Amd Rad selaku CI ruangan.
6.      Semua Radiografer dan segenap staf administrasi radiologi yang telah bersedia membimbing kami.
7.      Teman-teman Seangkatan Putra,Ria,Ayu yang telah memberikan formalitas selama PKL di RSUD Sidoarjo
8.      Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam pembuatan Laporan Kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Kasus ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca semua, guna memperbaiki Laporan Kasus berikutnya. Penulis juga berharap semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun pembaca yang budiman.
Sidoarjo, 12 Januari 2013
Penulis
 BAB I
PENDAHULUAN


1.1    LATAR BELAKANG
       Daerah lumbal terdiri atas Lumbal 1 sampai Lumbal 5 dan Lumbal 5 – Sakrum 1 yang paling besar menerima beban atau berat tubuh sehingga daerah lumbal menerima gaya dan stress mekanikal paling besar sepanjang vertebra (Bellenir K, 2008). Menurut The Healthy Back Institute (2010), daerah lumbal merupakan daerah vertebra yang sangat peka terhadap terjadinya nyeri pinggang karena daerah lumbal paling besar menerima beban saat tubuh bergerak dan saat menumpuh berat badan. Disamping itu, gerakan membawa atau mengangkat objek yang sangat berat biasanya dapat menyebabkan terjadinya cidera pada lumbar spine.
       Nyeri pinggang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi. Kondisi-kondisi yang umumnya menyebabkan nyeri pinggang adalah strain lumbar, iritasi saraf, radiculopathy lumbar, gangguan pada tulang (stenosis spinal, spondylolisthesis), kondisi-kondisi sendi dan tulang (spondylosis), dan kondisi-kondisi tulang kongenital (spina bifida dan skoliosis) (William C. Shiel Jr, 2009). Diantara kondisi tersebut, telah diobservasi bahwa sekitar 90% pasien nyeri pinggang mengalami spondylosis lumbar (Jupiter Infomedia, 2009). Sedangkan menurut Kelly Redden (2009), nyeri pinggang dibagi atas 2 bagian yaitu mekanikal nyeri pinggang dan non-mekanikal nyeri pinggang. Mekanikal nyeri pinggang terdiri dari lumbar strain/sprain, spondylosis lumbal, piriformis syndrome, herniasi diskus, spinal stenosis, fraktur kompresi osteoporotik, spondylolisthesis, fraktur traumatik, dan penyakit kongenital (skoliosis). Diantara kondisi tersebut, spondylosis lumbal menduduki peringkat kedua dengan persentase 10% dari mekanikal nyeri pinggang sedangkan lumbar strain/sprain memiliki persentase terbanyak yaitu 70% dari mekanikal nyeri pinggang.
Spondylosis lumbal merupakan penyakit degeneratif pada corpus vertebra atau diskus intervertebralis. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita. Faktor utama yang bertanggung jawab terhadap perkembangan spondylosis lumbal adalah usia, obesitas, duduk dalam waktu yang lama dan kebiasaan postur yang jelek. Pada faktor usia menunjukkan bahwa kondisi ini banyak dialami oleh orang yang berusia 40 tahun keatas. Faktor obesitas juga berperan dalam menyebabkan perkembangan spondylosis lumbar (Jupiter Infomedia, 2009).
Spondylosis lumbal merupakan kelompok kondisi Osteoarthritis yang menyebabkan perubahan degeneratif pada intervertebral joint dan apophyseal joint (facet joint). Kondisi ini terjadi pada usia 30 – 45 tahun namun paling banyak terjadi pada usia 45 tahun dan lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki. Sedangkan faktor resiko terjadinya spondylosis lumbar adalah faktor kebiasaan postur yang jelek, stress mekanikal dalam aktivitas pekerjaan, dan tipe tubuh. Perubahan degeneratif pada lumbar dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala) dan simptomatik (muncul gejala/keluhan). Gejala yang sering muncul adalah nyeri pinggang, spasme otot, dan keterbatasan gerak kesegala arah (Ann Thomson, 1991).
Problem nyeri, spasme dan keterbatasan gerak dapat ditangani dengan intervensi fisioterapi. Berbagai modalitas dapat digunakan untuk mengatasi problem tersebut. Pemberian Short Wave Diathermy yang menghasilkan efek thermal dapat menurunkan nyeri dan spasme otot. Adanya efek panas yang sedatif dapat merangsang ujung saraf sensorik dan proprioseptor sehingga nyeri dan spasme otot lambat laun akan menurun (Hilary Wadsworth, 1988). Kemudian pemberian William Flexion Exercise dapat menghasilkan peningkatan stabilitas lumbal dan menambah luas gerak sendi pada lumbal melalui peningkatan fleksibilitas dan elastisitas otot (Paul Hooper, 1999). Kondisi ini juga banyak ditemukan disetiap Rumah Sakit Kota Makassar dan di RSUD. Syekh Yusuf Gowa. Berdasarkan pengamatan peneliti, beberapa pasien yang berusia 40 tahun keatas dan umumnya wanita mengalami kondisi spondylosis lumbal dengan problem nyeri pinggang serta gangguan gerak dan fungsi pada lumbal. Keadaan ini biasanya membatasi aktivitas kegiatan sehari-hari penderita dan setelah beberapa kali ditangani oleh fisioterapi kondisinya menjadi membaik. Hal ini yang mendorong peneliti tertarik mengambil topik penelitian ini. “TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI  LUMBAL SAKRUM  DENGAN KLINIS LBP (LOW BACK PAIN) DEFINISI SPONDYOLOSIS LUMBAL DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD SIDOARJO




1.2.Rumusan Masalah

  Dengan Latar Belakang di atas penulis merumuskan masalah, sebagai berikut.

a)      Bagaimana prosedur pelaksanaan teknik pemeriksaan pada Kasus Lumbal Sakrum dengan Klinis LBP ( Low Back pain )di Instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo ? 
b)      kelebihan pemeriksaan menggunakan proyeksi Antero Posterior dan Lateral pada pemeriksaan di atas ?

1.3Tujuan Penulisa

            Laporan Praktek Kerja Lapangan 1 (PKL) 1 di Instalasi Radiologi RSUD SIDOARJO      ini disusun dengan tujuan:
1.        Tujuan umum.
      Sebagai syarat kelulusan dan Memenuhi Standart Kompetensi PKL 1  pada mata   kuliah semester III

 2.      Tujuan Khusus.
a.       Mahasiswa dapat melaksanakan administraasi pendaftaran sebelum pemotretan
b.      Menambah pengetahuan tentang teknik pemeriksaan radiografi LUMBAL SAKRUM Proyeksi AP(Antero- Posterior) dan Lateral pada kasus LBP( Low Back Pain)yang dilakukan di Instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo
c.       Dapat mengetahui dan melakukan teknik pemeriksaan radiografi Lumbal Sakrum
d.      Sebagai bahan informasi dan referensi bagi mahasiswi Akademi Rontgen


e.       Mahasiwa dapat Menentukan proyeksi pemotretan yang akan digunakan sesuai dengan formulir permintaan foto dan kondisi pasien
f.       Mahasiswa dapat menerapkan kaidah  proteksi radiasi dalam pemotretan Lumbal Sakrum
g.      Memenuhi tugas Laporan Kasus mata kuliah Praktek Kerja Lapangan I Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Widya Cipta Husada


1.4            . Metode Penulisan

         Metode penulisan yang dilakukan penulis adalah:
         1.      Observasi.
         Penulis melakukan pengamatan secara langsung di Instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo
         2.      Studi pustaka.
         Penulis membaca berbagai literatur yang berhubungan dengan kasus yang diambil.
  3.       Wawancara
           Penulis melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait.

1.5            Manfaat Penulisan

         Adapun manfaat dari penulisan laporan kasus ini adalah :
        1.5.1 Bagi Rumah Sakit khususnya Instalasi Radiologi
Dapat dipakai sebagai masukan dalam prosedur pemeriksaan radiografi Lumbal Sakrum.
1.5.2 Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana cara pemeriksaan Lumbal Sakrum
1.5.3 Bagi Akademik
Dapat dipakai sebagai literatur tambahan dan bahan acuan untuk pemeriksaan lebih lanjut tentang pemeriksaan Lumbal Sakrum.



1.6  Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut :
BAB I    PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,observasi,  manfaat penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II  DASAR TEORI
Berisi tentang Definisi, anatomi, fisiologi, eteologi dan faktor resiko, patologi,gejala klinis,komplikasi serta teknik radiografi Lumbal sakral.
BAB III PROFIL KASUS
Berisi tentang paparan kasus, tata laksana pemeriksaan dan pembahasan serta proteksi radiasi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang pembahasan kasus.
BAB V  PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran








                  
BAB II
DASAR TEORI

2.1      Definisi Spyndolosis Lumbal
(gambar 1.1 Spyndolyosis lumbal)
   Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis (corpus). Secara singkat, sponsylosis adalah kondisi dimana telah terjadi degenerasi pada  sendi intervertebral yaitu antara diskus dan corpus vertebra dan ligamen (terutama ligamen flavum) (John J. Regan, 2010).


2.2 Anatomi fisiologi
 
   Anatomi fisiologi adalah ilmu dalam bidang kesehatan / kedokteran yang mempelajari di dalamnya anatomi dan fisiologi metabolisme tubuh, anatomi dan fisiologi sistem saraf, anatomi dan fisiologi sistem digestif, anatomi dan fisiologi payudara, otak, panggul, dan bagian tubuh lainnya. ilmu anatomi tubuh manusia ini wajib dikuasi oleh mahasiswa bidang kedokteran khususnya, keperatan serta kebidanan. (Bruce M. Rothschild, 2009).

2.2.1 Anatomi

    1.Vertebra 
   Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur yang lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Diantara tiap dua ruas tulang pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 – 67 cm. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang-tulang terpisah dari 19 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang. Kolumna vertebra terdiri dari 7 vertebra servikal atau ruas tulang leher, 12 vertebra thorakal atau ruas tulang punggung, 5 vertebra lumbal atau ruas tulang pinggang, 5 vertebra sacrum atau ruas tulang kelangkang, 4 vertebra koksigeus atau ruas tulang tungging (Evelyn, 1999)


                                              (Gambar 1.2 Vertebra anatomy)

Dilihat dari samping kolumna vertebralis memperlihatkan 4 (empat) kurva atau lengkung. Di daerah vertebra servikal melengkung ke depan, daerah thorakal melengkung ke belakang, daerah lumbal melengkung ke depan, dan di daerah pelvis melengkung ke belakang. (Syaifuddin)

Anatomi yang akan diuraikan dalam Laporan kasus ini merupakan anatomi yang berhubungan dengan pemeriksaan Lumbosakral yang terdiri atas vertebra lumbal dan sakrum.


a. Lumbal
                        (gambar 1.3 vertebara Lumbal )

 Vertebralis lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Badannya lebih besar dibandingkan badan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal. Prosesus spinosusnya lebar, tebal, dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus transversusunya panjang dan langsing. Apophyseal joint dari lumbal lebih ke posterior dari coronal plane, artikulasi ini dapat dilihat dengan posisi oblik. Foramen intervertebralis dari lumbal berada ditengah dari sagital plane.
Vertebra lumbal terdiri dari dua komponen, yaitu komponen anterior yang terdiri dari korpus, sedangkan komponen posterior yaitu arkus vertebralis yang terdiri dari pedikel, lamina, prosesus transverses, prosesus spinosus dan prosesus artikularis. Setiap dua korpus vertebra dipisahkan oleh discus intervertebralis dan ditahan serta dihubungkan satu dengan yang lain oleh ligamentum.
Foramina vertebralis lumbalis berbentuk segitiga, ukurannya sedikit lebih besar dari milik vertebra thorakalis tapi lebih kecil dari vertebra servikalis. Bagian bawah dari medulla spinalis meluas sampai foramen vertebra lumbalis satu, foramen vertebra lumbal lima hamya berisi kauda equina dan selaput – selaput otak.
Prosesus transversus berbentuk tipis dan panjang kecuali pada vertebra lumbal lima yang kuat dan tebal. Berukuran lebih kecil daripada yang terdapat pada vertebra thorakalis.
Prosesus spinosus berbentuk tipis, lebar, tumpul dengan pinggir atas mengarah ke arah bawah dank e arah dorsal. Prosesus ini dapat diketahui kedudukannya dengan cara meraba atau palpasi.
Prosesus artikularis superior meripakan fasies artikularis yang sekung dan menghadap posteromedial, sebaliknya fasies artikularis inferiornya cembung dan menghadap ke anterolateralis(Ballinger, 1995).


b.Sakrum

 Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata (atau tulang koxa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis(panggul). Dasar dari sacrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas. Tepi anterior dari basis sacrum membentuk promontorium sakralis.
Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebralis (saluran tulang belakang) dan memang lanjutan daripadanya. Dinding kanalis sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf sacral. Prosesus spinosus yang rudimenter dapat dilihat pada pandangan posterior dari sacrum. Permukaan anterior sacrum adalah cekung dan memperlihatkan empat gili-gili melintang, yang menandakan tempat penggabungan kelima vertebra sakralis.
          (gambar  1.4 Vertebra sakrum)
Pada ujung gili-gili ini, disetiap sisi terdapat lubang-lubang kecil untuk dilewati urat-urat saraf. Lubang-lubang ini disebut foramina. Apex dari sacrum bersendi dengan tulang koksigeus. Di sisinya, sacrum bersendi dengan tulang ileum dan membentuk sendi sakro-iliaka kanan dan kiri(Evelyn, 1999).

2.2.2 Fisiologi
 Kolumna vertebralis merupakan bagian dari rangka batang badan. Berfungsi untuk menyalurkan berat kepala, ekstrimitas atas dan batang badan pada tulang panggul. Juga berfungsi untuk melindungi medula spinalis serta selaput otaknya yang mempunyai tempat di kanalis vertebralis. Fungsi ketiga dari kolumna vertebralis adalah untuk menghasilkan gerakan-gerakan serta menjadi tempat lekat dari otot-otot. (Bajpai, 1991)
Vertebra lumbosakaral merupakan bagian dari tulang belakang/kolumna vertebralis yaitu susunan tulang-tulang kecil yang dinamakan ruas tulang belakang.
Tulang belakang gunanya adalah untuk menahan kepala dan alat-alat tubuh yang lain, melindungi sumsum tulang belakang yaitu lanjutan dari sumsum penyambung otak yang terdapat di dalam saluran tulang belakang dan tempat tulang-tulang panggul bergantung (Amstrong, 1989).

2.3      Etiologi dan Faktor Resiko
 Spondylosis lumbal muncul karena proses penuaan atau perubahan degeneratif.  Spondylosis lumbal banyak pada usia 30 – 45 tahun dan paling banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita daripada laki-laki. Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan spondylosis lumbal adalah (Bruce M. Rothschild, 2009). :
a.       Kebiasaan postur yang jelek
b.      Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan membawa/memindahkan barang.
c.       Tipe tubuh
Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi degenerasi pada vertebra lumbal yaitu (Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009) :

a.     Faktor usia , beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses        penuaan merupakan faktor resiko yang sangat kuat untuk degenerasi tulang khususnya             pada tulang vertebra. Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis            deformans atau spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 – 70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan         sekitar 98% pada usia 70 tahun.
b.    Stress akibat aktivitas dan pekerjaan, degenerasi diskus juga berkaitan dengan      aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma       pada lumbar, indeks massa tubuh, beban pada lumbal setiap hari (twisting,         mengangkat, membungkuk, postur jelek yang terus menerus), dan vibrasi seluruh      tubuh (seperti berkendaraan), semuanya merupakan faktor yang dapat meningkatkan      kemungkinan spondylosis dan keparahan spondylosis.
c.   Peran herediter, Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan         degenerasi diskus. Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50%      variabilitas yang ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter.           Kedua penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif           yang menunjukkan bahwa sekitar ½ (47 – 66%) spondylosis berkaitan dengan faktor      genetik dan lingkungan, sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik dan         resistance training.
d.     Adaptasi fungsional, Penelitian Humzah and Soames menjelaskan bahwa perubahan          degeneratif pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan kinematik vertebra.          Osteofit mungkin terbentuk dalam proses degenerasi dan kerusakan cartilaginous      mungkin terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat terbentuk akibat adanya     adaptasi fungsional terhadap instabilitas atau perubahan tuntutan pada vertebra            lumbar.
2.4     Patofisiologi
Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara lain:
a.    Annulus fibrosus  menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan muncul              retak pada berbagai sisi.
b.   Nucleus pulposus kehilangan cairan
c.    Tinggi diskus berkurang
d.   Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat            hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala.
Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya crush fracture.
Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal terutama pada daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari spinal cord membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis intervertebralis.
Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan perubahan pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan penekanan pada akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis. (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, 2006).


2.5      Gambaran klinis
            Perubahan degeneratif dapat menghasilkan nyeri pada axial spine akibat iritasi nociceptive yang diidentifikasi terdapat didalam facet joint, diskus intervertebralis, sacroiliaca joint, akar saraf duramater, dan struktur myofascial didalam axial spine (Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009).
Perubahan degenerasi anatomis tersebut dapat mencapai puncaknya dalam gambaran klinis dari stenosis spinalis, atau penyempitan didalam canalis spinal melalui pertumbuhan osteofit yang progresif, hipertropi processus articular inferior, herniasi diskus, bulging (penonjolan) dari ligamen flavum, atau spondylolisthesis. Gambaran klinis yang muncul berupa neurogenik claudication, yang mencakup nyeri pinggang, nyeri tungkai, serta rasa kebas dan kelemahan motorik pada ekstremitas bawah yang dapat diperburuk saat berdiri dan berjalan, dan diperingan saat duduk dan tidur terlentang (Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009).
Karakteristik dari spondylosis lumbal adalah nyeri dan kekakuan gerak pada pagi hari. Biasanya segmen yang terlibat lebih dari satu segmen. Pada saat aktivitas, biasa timbul nyeri karena gerakan dapat merangsang serabut nyeri dilapisan luar annulus fibrosus dan facet joint. Duduk dalam waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri dan gejala-gejala lain akibat tekanan pada vertebra lumbar. Gerakan yang berulang seperti mengangkat beban dan membungkuk (seperti pekerjaan manual dipabrik) dapat meningkatkan nyeri (John J. Regan, 2010).

 2.6      Komplikasi
Skoliosis merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita nyeri punggung bawah karena Spondilosis. Hal ini terjadi karena pasien selalu memposisikan tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa mempedulikan sikap tubuh normal. Hal ini didukung oleh ketegangan otot pada sisi vertebra yang sakit.




2.7  Teknik radiografi

Dalam pemeriksaan Spondyolosis dibuat foto polos Lumbo Sakrum. Dengan menampakkan besar (ukuran) Tulang Vertebrae Lumbal Dan Sakrum.dan pada  Proyeksi yang diambil antero-posterior (AP) Dan Lateral . (http://dadang-saksono.blogspot.com/2010/07
 2.7.1 Persiapan Alat Dan Pasien

             a.Persiapan Pasien
                         1.Pasien ganti baju dan melepaskan benda-benda yang mengganggu                                       gambaran radiograf.
                         2.Petugas menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien.

                 b.Persiapan Alat dan bahan
Alat–alat dan bahan yang dipersiapkan dalam pemeriksaan vertebra lumbosakral antara lain :
    1.Pesawat sinar-X siap pakai
    2.Kaset dan film sinar-X sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan (30 x 40              sebanyak 2 buah)
   3.Marker untuk identifikasi radiograf
   4.Grid atau bucky table
   5.Alat fiksasi bila diperlukan
   6.Alat pengolah film





2.7.2 Proyeksi pemeriksaan

               a.Proyeksi Anteroposterior

                     1.Tujuan
   Mendapatkan radiograf dari lumbal, ruang diskus intervertebralis, ruang interpediculate, lamina, processus spinosus, processus transversus dan sakrum.
                       2.Posisi Pasien
                           Pasien tidur supine, kepala di atas bantal, knee fleksi.
                      3.Posisi Obyek
a)                  Atur MSP tegak lurus kaset/meja pemeriksaan (jika pakai buki).
b)                  Letakkan kedua tangan diatas dada.
c)                   Tidak ada rotasi tarsal / pelvis.
                             

Gambar 1.5 (Posisi Anteroposterior  Vertebra LumbaL Sakrum)

         4.Sinar
            CR : Tegak lurus kaset
             CP : (a) Setinggi Krista iliaka (interspace L4-L5)   untuk memperlihatkan                                             lumbal sacrum dan posterior Cocygeus.
                        (b) Setinggi L3 (palpasi lower costal margin/4 cm di atas crista iliaka)                            untuk memperlihatkan lumbal.
                        SID : 100 cm
Eksposi : Saat eksposing pasien di arahkan tarik nafas,keluarkan dan tahan nafas
5. Faktor eksposi
            Lumbal Sakrum AP(Antero-Posterior)
No
Ketebalan Obyek
KV
MA
SEC.
1
Kurus
67
200
0,160
2
Sedang
73
200
0,160
3
Gemuk
80
200
0,160


Kriteria : Tampak vertebra lumbal, space intervertebra, prosessus spinosus dalam satu garis pada vertebra, prosessus transversus kanan dan kiri berjarak sama.

            b.  Proyeksi Lateral
                      1). Tujuan
                           Mendapatkan radiografi lumbal, processus spinosus, persimpangan                                       lumbosakral, foramen   intervertebralis dan sacrum.

                            2). Posisi Pasien
                                 Pasien lateral recumbent, kepala di atas bantal, knee fleksi, di bawah knee                          dan ankle diberi pengganjal
      
                            ( Gambar 1.6 Posisi Lateral (Bontrager, 2001)

                      3). Posisi obyek    :
                                  a. Atur MSP(mide sagital plane) tegak lurus kaset .
                                   b. Pelvis dan tarsal true lateral
                                   c. Letakkan pengganjal yang radiolussent di bawah pinggang agar                                           vertebra lumbal sejajar pada meja (palpasi prosessus spinosus).
                      4). Sinar :
                                    a.    CR : Tegak lurus kaset.
                                     b.    CP : Setinggi Krista iliaka
                                     c.    SID : 100 cm.
                                     d.    Eksposi : Ekspirasi tahan napas.

                      5). Faktor eksposi
NO
KETEBALAN OBYEK
KV
MA
SEC.
1
Kurus
70
200
0,250
2
Sedang
75
200
0,250
3
Gemuk
83
200
0.250

Kriteria :
a.    Tampak foramen intervertebralis L1 – L4, Corpus vertebrae, space intervertebrae, prosessus spinosus dan L5 – S1
b.    Tidak ada rotasi


      2.8 Proteksi radiasi

Proteksi Radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik kesehatan lingkungan yaitu tentang proteksi yang perlu diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang terhadap kemungkinan diperolehnya akibat negatif dari radiasi pengion. 

Filosofi proteksi radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi (International Commission on Radiological Protection, ICRP) dalam suatu pernyataan yang mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai berikut: 

1. Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang positif dibandingkan dengan risiko, yang dikenal sebagai azas justifikasi
2. Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa dicapai (as low as reasonably achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, yang dikenal sebagai azas optimasi
3. Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh ICRP untuk suatu lingkungan tertentu, yang dikenal sebagai azas limitasi

Konsep untuk mencapai suatu tingkat serendah mungkin merupakan hal mendasar yang perlu dikendalikan, tidak hanya untuk radiasi tetapi juga untuk semua hal yang membahayakan lingkungan. Mengingat bahwa tidak mungkin menghilangkan paparan radiasi secara keseluruhan, maka paparan radiasi diusahakan pada tingkat yang optimal sesuai dengan kebutuhan dan manfaat dari sisi kemanusiaan. 

Menurut Bapeten, nilai batas dosis dalam satu tahun untuk pekerja radiasi adalah 50 mSv (5rem), sedang untuk masyarakat umum adalah 5 mSv (500 mrem). (BAPETEN, 2001):

2.8.1      Proteksi radiasi untuk masyarakat umum :
-             Nilai batas dosis radiasi untuk masyarakat umum adalah 5 mSv/tahun atau 1/10 dari pekerja radiasi.
-          Nilai batas dosis untuk penyinaran lokal adalah 50 mSv (5 rem) / tahun selain lensa mata 15 mSv (1,5 rem) / tahun.
-          Pengantar pasien atau perawat tidak diperbolehkan berada di dalam ruang pemeriksaan pada waktu eksposi.
-          Bangunan instalasi radiologi dirancang sedemikian rupa sehingga radiasi hambur dapat diserap.



2.8.2   Proteksi radiasi untuk pasien
-          Membatasi luas lapangan penyinaran.
-          Gunakan apron untuk melindungi gonad pasien, ini seharusnya dilakukan pada pasien.
-          Mengatur dosis radiasi sesuai kondisi obyek yang akan diperiksa/meminimalisasi dosis radiasi.
-          Memposisikan pasien dengan benar sehingga dapat mengurangi terjadinya pengulangan pemotretan.
2.8.3    Proteksi radiasi untuk pekerja radiasi :
-          Nilai batas dosis pekerja radiasi adalah 50 mSv/tahun atau ( 5 rem) / tahun.
-          Pekerja radiasi tidak dibenarkan memegang pasien selama eksposi.
-          Hindari penyinaran bagian-bagian yang tidak terlindungi.
-          Pemakaian sarung tangan, apron yang berlapis Pb dengan tebal 0,5 mmPb.
-          Gunakan alat pengukur radiasi.
-          Periksa perlengkapan-perlengkapan yang akan digunakan apabila ada kemungkinan bocor/rusak.















BAB III
PROFIL KASUS
3.1 Profil Kasus.

Pada laporan ini akan membahas tentang adanya profil kasus Lumbal sakrum pada indikasi LBP(Low back pain ) pada Spyndolyosis Lumbal yang terjadi di RSUD            SIDOARJO. pada pasien :
   Nama                           : Ny. HZ
  Umur                            : 37 tahun
  Jenis Kelamin                : perempuan
  Alamat                         : Pondok jati
 Keterangan Klinis         : LBP(low back pain)
 Definisi analisa             : -  Spyndolyosis Lumbal
              
       3.2    Riwayat pasien

                 Seorang Perempuan 37 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri        pinggang bawah menjalar ke tungkai. Awalnya pasien merasakan nyeri pada    pinggang, kemudian pasien berobat ke tukang urut. Keesokan harinya pasien             merasakan nyeri menjalar ke tungkai kanan bawah. Nyeri timbul tiba-tiba, terasa    seperti berdenyut dan ditusuk-tusuk. Nyeri pinggang menjalar ke sisi luar tungkai kanan hingga ke ibu jari kaki. Nyeri bertambah jika pasien bangkit dari duduk, saat          batuk dan   mengejan. Nyeri berkurang saat pasien tidur dengan memiringkan badan     ke sisi yang tidak sakit. Pasien merasakan sedikit bebas pada tungkai             kanannya. Kelemahan anggota gerak tidak adaBAB dan BAK biasa. Demam tidak         ada. Penurunan berat badan tidak ada. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga .hal            ini terjadi berapa selang stelah melahirkan anak yang ke2.
3.3 Pembahasan Kasus

         Dalam kasus ini, Pemeriksaan Lumbal Sakrum di Instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo tidak memerlukan persiapan khusus, cukup memberikan penjelasan kepada pasien mengenai jalannya pemeriksaan supaya pasien merasa nyaman. Pasien di suruh ganti baju serta diberitahu untuk melepas benda-benda yang bersifat radioopaque.

Pada prosedur pemeriksaan diagnostik menggunakan Proyeksi AP dan Lateral dalam pemeriksaan tersebut . Pemeriksaan radiografi ini dilakukan untuk mendiagnosa dan meyakinkan persyarafan pada sendi tulang Vertebra Lumbosakral yang menyebabkan LBP(low back pain) Yang biasa disebut nyeri tulang belakang dan juga  serta membahas kesesuaian pemeriksaan di lapangan dengan teori yang ada. Adapun prosedur dan alat pemeriksaan Lumbal sakrum adalah sebagai berikut :

1.      Pesawat Rontgen
 (Quantum Medical imaging)

Merk                            :  Thosiba
Manufactured             :  sept 2010 / 2010 – 09
Unit model                  :  E7242X
(Sn) Ser. No                :  10J006
Insert model                :  E7242
Ser.No                         :  OHO663
Max. voltage               :  125 kv
Focal Spot                   :  1.5 / 0.6
Pemanen filtration       :  0.9 AI / 75
Sup.symbol                 :  OMI
Stator                          :  XS – RA
(gambar 1.7 Pesawat konventional Ronthgen)

2.      Kaset dan Film Rontgen

Film     : KODAK Lanex-Reguler screens Kodak X-omat Cassete
Kaset dan film Rontgen yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah green sensitive yang memiliki ukuran yaitu 30 x 40 cm.
            (gambar 1.8 Kaset)
3.      Marker
Marker atau penandaan yang terbuat dari timbal dengan huruf R atau L sangat penting untuk menghindari kesalahan diagnosa.



                       

                        (gambar 1.9Marker)

4.      Processing Automatic
II).              .    Pengolahan Film Secara Otomatis
III).           Prinsip yang digunakan pada pengolahan film secara otomatis pada dasarnya sama dengan pengolahan film secara manual. Namun pada pengolahan film secara otomatis tidak ada tahapan rinsing. Hal ini dikarenakan tahapan rinsing sudah digantikan oleh roller yang berada di dalam mesin automatic processing. Tahapan yang ada pada automatic processing adalah developing, fixing, washing, dan drying.
IV).           Lamanya waktu pengolahan film pada automatic processing lebih singkat karena suhu larutan developer dan fixing lebih tinggi sehingga mengakibatkan keaktifannya meningkat, dan terjadinya agitasi secara terus menerus oleh roller.

              
(gambar 10 prosesing film)

5. Stasionary Grid
 Fungsi grid adalah mengurangi radiasi hambur yang mencapai film ketika proses pemotretan radiografi terjadi. Kualitas gambar akan meningkat bila scatters (radiasi hambur) dapat dikendalikan atau direduksi. Grid terlihat seperti sebuah lembar metal lembut yang sederhana, tetapi sebenarnya sebuah alat yang dibuat dengan presisi tinggi tetapi alat ini juga mudah rusak.

(Gambar  11  Stasionary Grid)

6.      Id Camera
                    Untuk mengetahui identitas pasien
            (Gambar  12 Printing Nama)

3.3 Pelaksanaan pemeriksaan
3.3.1        Persiapan pasien
Tidak ada persiapan khusus pada pemeriksaan Lumbal Sakrum , hanya melepaskan benda-benda yang dapat menimbulkan artefak pada radiograf.
3.3.2                                Persiapan Alat
a.      Pesawat sinar-X.
b.      Kaset ukuran 30x40cm.
c.       Marker R dan L.
d.      Prosesing Automatic
e.       Stasionary Grid.
f.       Printing Nama.
3.3.3                                Tehnik Pemeriksaan
             1. Pemeriksaan Foto Lumbal Sakrum AP (antero-posterior) :
a.        Posisi pasien
Tidur supine di atas meja pemeriksaan, tangan disamping badan.

b.       Posisi objek  
Pusatkan MSP(Mide Sagital Plane)tubuh ditengah garis meja, untuk mencegah rotasi tulang belakang, tempatkan bahu dan pinggul pada bidang horisontal dan sesuaikan MSP(Mide Sagital Plane) kepala sehingga sejajar pada bidang yang sama dengan tulang belakang. Elbow difleksikan dan tempatkan kedua tangan diatas dada. Pastikan tidak ada rotasi pada pelvis dan kedua lutut diluruskan.
c.       Central Ray
                        Tegak lurus dengan bidang film
d.       Central Point
                        Pada MSP(Mide Sagital Plane)  Diantara Lumbal 4 – Lumbal 5                                           atau setinggi dengan crista illiaca
e.    Film Focus Distance (FFD)
 FFD berjarak 100 cm.
f.     Faktor eksposi
  kVp : 73, mAs :32
g.    Kaset
 30 X 40 cm.
h.    Kolimasi
batas atas prosesus xypoidius, batas bawah simpisis pubis, dan atur batas kanan kiri agar lumbosakrum tidak terpotong

                                    (Gambar 13 Proyeksi AP Lumbosakral)
.     Kriteria gambar :
·         Tampak vertebra lumbal,
·         space intervertebra,
·         prosessus spinosus dalam satu garis pada vertebra,
·         prosessus transversus kanan dan kiri berjarak sama.
·         Tampak marker R/L
·         Kolimasinya sesuai dengan objek yang diperiksa


2.        Pemeriksaan Foto Lumbal Sakrum Lateral

a.Posisi pasien
             Pasien lateral recumbent, kepala di atas bantal, knee fleksi, dibawah knee dan  ankle         diberi pengganjal.
        b.Posisi objek  
             Pasien tidur miring kearah yang diperiksa, knee joint fleksio, pinggul diganjal                    untuk mengurangi tekanan. Bidang coronal median tubuh segaris dengan mid              line meja sehingga sumbu panjang tulang belakang terletak pada bidang mid                 line meja. Beri pengganjal pada kepala pasien sehingga MSP(Mide Sagital Plane) kepala sejalan dengan tulang belakang. Elbow fleksi, untuk mencegah rotasi lutut             diganjal dengan alat fiksasi. Gunakan gonad pada pasien pria. Beri aba-aba pada     pasien untuk menahan napas pada saat ekspos
         c .Central Ray
             Tegak lurus kaset
          d. Central Point
               (a) Setinggi Krista iliaka (interspace L4-L5) untuk memperlihatkan lumbal                                acrum dan posterior Cocygeus.
               (b) Setinggi L3 (palpasi lower costal margin/4 cm di atas crista iliaka) untuk                              memperlihatkan lumbal.
         e.    Film Focus Distance (FFD)
             FFD berjarak 100 cm.
          f.     Faktor eksposi
             kVp75 : , mAs :50
         g.    Kaset
                       30 X 40 cm.
                  h.    Kolimasi
                   batas atas prosesus xypoidius, batas bawah simpisis pubis, dan atur batas kanan                  kiri agar organ lumbosakrum mencangkup keseluruhan.

(Gambar 14 Proyeksi Lateral Lumbosakral )
.     Kriteria gambar :  
                        A.
·         Tampak foramen intervertebralis Lumbal 1 – Lumbal 4,
·         Corpus  vertebrae,
·         space intervertebrae,
·         prosessus spinosus dan Lumbal 5 – Sakrum 1.














BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah penulis melakukan pengamatan Administrasi dan pemotretan secara langsung terhadap jalannya pemeriksaan, untuk itulah dalam pembahasan ini akan penulis membahas hal-hal yang berkaitan dengan hasil dari teknik pemeriksaan Lumbosakral pada klinis spondyolosis Lumbalis.

4.1. Pembahasan Administrasi
             Pasien atas nama Ny.HZ datang ke administrasi radiologi untuk mendaftar dengan           membawa Surat pengantar dari poli rehabilitasi medik dengan permintaan     Lumbosakral pada klinis Spondyolosis Lumbalis,pada permintaan proyeksi photo      AP(antero posterior) dan lateral.Setelah pendaftaran administrasi pasien diharap             menunggu di depan ruang photo untuk pemeriksaan lebih lanjut.
      Menurut pendapat penulis pada sistem prosedur yang sudah diterapkan pada bagian          administrasi sudah cukup baik. Dari pendaftaran,proses data dan pencatatan. Namun         pada berkas pengantar sampai pada radiografer terkadang lama . Sehinga pada antrian          tunggu pasien menumpuk.

4.2.Prosedur pemeriksaan
                     Pemeriksaan Lumbosakral di RSUD Sidoarjo pada kasus spondyolosis lumbalis tidak diperlukan suatu persiapan khusus, tetapi memerlukan tindakan segera dan proyeksi yang dipergunakan adalah AP(antero-posterior dan lateral)pada posisi supine .
           a. proyeksi AP(antero-posterior)
                 pada persiapan pasien . pertama pasien terlebih dahulu ganti baju di kamar yang    sudah   disediakan agar tak terdapat bayangan radiopaque.radiografer mempersiapkan   alat dan kaset beserta grid , karena pada pemeriksaan ini tidak menggunakan meja        bucky. Posisi pasien supine terlentang dan kaset pada tepat pada pertengahan             Lumbosakral pada CP(center point) SIAS(spina iliaka antero posterior) pada proyeksi        pemeriksaan ini kriteria pemeriksaan gambar harus mencangkup vertebra lumbal,      space intervertebra, prosessus spinosus dalam satu garis pada vertebra, prosessus     transversus kanan dan kiri berjarak sama.
         b.proyeksi lateral
         prosedur tetap sama pada pemeriksaan sebelumnya hanya pada kali ini pasien miring          indorotasi dan kolimasi sesuai batas penyinaran,pada pemeriksaan ini bertujuan untuk           Mendapatkan radiografi lumbal,processus spinosus,persimpangan lumbosakral,             foramen   intervertebralis dan sacrum

4.3.  Proses Radiofotografi
                  Pada RSUD Sidorajo proses pencucian film sudah sesuai dengan standar mulai mentup pintu ruangan kamar gelap dan mematikan lampu serta di lanjutkan dengan memasukannya film ke automatic prosesor.
      Menurut pendapat penulis penggunaan automatic prosesor  sudah  umum dilakukan dan apabila cairan developer  dan fixer sudah lemah akan menggangu kualitas film radiograf dan foto akan di ulang pemeriksaanya pada pasien sehingga menambah efek radiasi pada pasien yang
4.4 Proteksi Radiasi
     
Di instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo pada pemeriksaan Lumbo sakral       terdapat Gonald shield pada leher , kepala dan mata untuk melindungi radiasi    tapi alat ini jarang dipakai,sehingga operator hanya membatasi kolimasi seminimalis mungkin untuk paparan radiasi pada pasien


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan paparan kasus Lumbo sakral dengan indikasi spyndyolosis Lumbal di Instalasi Radiologi RSUD SIDOARJO dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      Dengan pemeriksaan Lumbo sakral posisi AP(Antero-Posterior) Dan Lateral dapat diketahui dengan jelas bahwa  telah terjadi degenerasi pada  sendi intervertebral yaitu antara diskus dan corpus vertebra .
2.     Foto proyeksi AP Dan Lateral Sudah Cukup menegakkan Diagnosa pada pemeriksaan tersebut.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan sehubungan dengan penulisan laporan kasus ini adalah :
1.      Untuk petugas Radiografersaat melakukan pemeriksaan selalu menjaga komunikasi yang baik dengan pasien.
2.       Kurangnya jumlah alat imobilisasi, seperti spone atau pengganjal obyek.
3.      Proteksi radiasi bagi pasien perlu di tingkatkan dengan membatasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan luas obyek yang akan di foto.
4.      Pada pemeriksaan Lumbo Sakral terhadap pasien sebaiknya digunakan Gonald Shield.
4.    Proteksi radiasi bagi masyarakat umum hendaknya pengantar pasien atau orang yang tidak berkepentingan tidak di perbolehkan masuk di dalam ruang pemeriksaan dan di persilahkan menunggu di ruang tunggu yang ada di depan kamar pemeriksaan dan pintu kamar pemeriksaan di tutup rapat.



                                                    DAFTAR PUSTAKA

Bratton, Robert L. Assessment And Management Of Acute Low Back Pain. The American academy of family physician. November 15, 1999 (online www.aafp.org22 September 2008)
Ballinger, Philip W. 2003. Merrill’s Atlas of Radiographic Position & Radiologic Prosedures volume one. USA: Mosby.
Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rahman, Nova. 2009. Radiofotografi. Padang: Universitas Baiturrahman.
Bontrager, K.L., 2001. Text Book Of Radiographic Positioning and Related Anatomy, Mysby Inc,. Missauri.
Barbara J.N., dkk., 2004. Differences in Measurements of Lumbar Curvature
Related to Gender and Low Back Pain. Journal of Orthopaedic & Sports
Physical Therapy 34(9): 524-534.

http://www.scribd.com/doc/44834841/Spondylosis-Lumbalis






TEHNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI LUMBOSAKRAL DENGAN KLINIS SPYNDPOALISIS LUMBAL  DI INSTALASI RADIOLOGI
RSUD SIDOARJO

 










Disusun oleh :
RIFKI DWI YULIANZA
NIM : 1111041016

PRODI D3
TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
STIKes Widya Cipta Husada
Kepanjen - Malang
2013
HALAMAN PENGESAHAN


Telah diperiksa dan disetujui untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan I Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi STIKes Widya Cipta Husada Kepanjen Malang.
Nama     : Rifki dwi yulianza
Nim       : 1111041016
Judul     : ”Tehnik Pemeriksaan Lumbosakral di Instalasi Radiologi RSUD  Sidoarjo.


                                                                        Sidoarjo , 13 januari 2013


                                                    Mengesahkan



 CI STIKes WCH                                                              CI Radiologi RSUD Sidoarjo



            (..............................)                                                               (...................................)
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan segala puji syukur kepada Tuhan YME atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan (PKL) I dari tanggal 17 Desember 2012 sampai 13 Januari 2013 di Instalasi Radiologi RSUD  Kabupaten Sidoarjo.
Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, dan untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.      Bapak Rony Prisyanto, SST selaku Kaprodi D3 Radiologi STIKes Widya Cipta Husada.
2.      Direktur RSUD Sidoarjo yang telah bersedia memberi tempat untuk lahan PKL I.
3.      Bapak Martono , SST selaku CI Institusi.
4.      Bapak Adhi Artono,Amd Rad
5.      Bapak Bambang, Amd Rad selaku CI ruangan.
6.      Semua Radiografer dan segenap staf administrasi radiologi yang telah bersedia membimbing kami.
7.      Teman-teman Seangkatan Putra,Ria,Ayu yang telah memberikan formalitas selama PKL di RSUD Sidoarjo
8.      Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam pembuatan Laporan Kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Kasus ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca semua, guna memperbaiki Laporan Kasus berikutnya. Penulis juga berharap semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun pembaca yang budiman.
Sidoarjo, 12 Januari 2013
Penulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar