BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Daerah lumbal terdiri atas Lumbal 1 sampai Lumbal 5 dan Lumbal 5 – Sakrum 1 yang paling besar menerima beban atau berat tubuh
sehingga daerah lumbal menerima gaya dan stress mekanikal paling besar
sepanjang vertebra (Bellenir K, 2008). Menurut The Healthy Back Institute
(2010), daerah lumbal merupakan daerah vertebra yang sangat peka terhadap
terjadinya nyeri pinggang karena daerah lumbal paling besar menerima beban saat
tubuh bergerak dan saat menumpuh berat badan. Disamping itu, gerakan membawa
atau mengangkat objek yang sangat berat biasanya dapat menyebabkan terjadinya
cidera pada lumbar spine.
Nyeri pinggang dapat disebabkan oleh
berbagai kondisi. Kondisi-kondisi yang umumnya menyebabkan nyeri pinggang
adalah strain lumbar, iritasi saraf, radiculopathy lumbar, gangguan pada tulang
(stenosis spinal, spondylolisthesis), kondisi-kondisi sendi dan tulang
(spondylosis), dan kondisi-kondisi tulang kongenital (spina bifida dan
skoliosis) (William C. Shiel Jr, 2009). Diantara kondisi tersebut, telah
diobservasi bahwa sekitar 90% pasien nyeri pinggang mengalami spondylosis
lumbar (Jupiter Infomedia, 2009). Sedangkan menurut Kelly Redden (2009), nyeri
pinggang dibagi atas 2 bagian yaitu mekanikal nyeri pinggang dan non-mekanikal
nyeri pinggang. Mekanikal nyeri pinggang terdiri dari lumbar strain/sprain,
spondylosis lumbal, piriformis syndrome, herniasi diskus, spinal stenosis,
fraktur kompresi osteoporotik, spondylolisthesis, fraktur traumatik, dan
penyakit kongenital (skoliosis). Diantara kondisi tersebut, spondylosis lumbal
menduduki peringkat kedua dengan persentase 10% dari mekanikal nyeri pinggang
sedangkan lumbar strain/sprain memiliki persentase terbanyak yaitu 70% dari
mekanikal nyeri pinggang.
Spondylosis lumbal
merupakan penyakit degeneratif pada corpus vertebra atau diskus
intervertebralis. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita. Faktor utama
yang bertanggung jawab terhadap perkembangan spondylosis lumbal adalah usia,
obesitas, duduk dalam waktu yang lama dan kebiasaan postur yang jelek. Pada
faktor usia menunjukkan bahwa kondisi ini banyak dialami oleh orang yang
berusia 40 tahun keatas. Faktor obesitas juga berperan dalam menyebabkan
perkembangan spondylosis lumbar (Jupiter Infomedia, 2009).
Spondylosis lumbal
merupakan kelompok kondisi Osteoarthritis yang menyebabkan perubahan
degeneratif pada intervertebral joint dan apophyseal joint (facet joint).
Kondisi ini terjadi pada usia 30 – 45 tahun namun paling banyak terjadi pada
usia 45 tahun dan lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki.
Sedangkan faktor resiko terjadinya spondylosis lumbar adalah faktor kebiasaan
postur yang jelek, stress mekanikal dalam aktivitas pekerjaan, dan tipe tubuh.
Perubahan degeneratif pada lumbar dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala)
dan simptomatik (muncul gejala/keluhan). Gejala yang sering muncul adalah nyeri
pinggang, spasme otot, dan keterbatasan gerak kesegala arah (Ann Thomson,
1991).
Problem nyeri, spasme
dan keterbatasan gerak dapat ditangani dengan intervensi fisioterapi. Berbagai
modalitas dapat digunakan untuk mengatasi problem tersebut. Pemberian Short
Wave Diathermy yang menghasilkan efek thermal dapat menurunkan nyeri dan spasme
otot. Adanya efek panas yang sedatif dapat merangsang ujung saraf sensorik dan
proprioseptor sehingga nyeri dan spasme otot lambat laun akan menurun (Hilary
Wadsworth, 1988). Kemudian pemberian William Flexion Exercise dapat
menghasilkan peningkatan stabilitas lumbal dan menambah luas gerak sendi pada
lumbal melalui peningkatan fleksibilitas dan elastisitas otot (Paul Hooper,
1999). Kondisi ini juga banyak ditemukan disetiap Rumah Sakit Kota Makassar dan
di RSUD. Syekh Yusuf Gowa. Berdasarkan pengamatan peneliti, beberapa pasien
yang berusia 40 tahun keatas dan umumnya wanita mengalami kondisi spondylosis
lumbal dengan problem nyeri pinggang serta gangguan gerak dan fungsi pada
lumbal. Keadaan ini biasanya membatasi aktivitas kegiatan sehari-hari penderita
dan setelah beberapa kali ditangani oleh fisioterapi kondisinya menjadi
membaik. Hal ini yang mendorong peneliti tertarik mengambil topik penelitian
ini. “TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI LUMBAL SAKRUM DENGAN KLINIS
LBP (LOW BACK PAIN) DEFINISI SPONDYOLOSIS
LUMBAL DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD SIDOARJO
1.2.Rumusan Masalah
Dengan Latar Belakang di atas
penulis merumuskan masalah, sebagai berikut.
a) Bagaimana
prosedur pelaksanaan teknik pemeriksaan pada Kasus Lumbal Sakrum dengan Klinis
LBP ( Low Back pain )di Instalasi
Radiologi RSUD Sidoarjo ?
b) kelebihan
pemeriksaan menggunakan proyeksi Antero Posterior dan Lateral
pada pemeriksaan di atas ?
1.3Tujuan Penulisan
Laporan Praktek Kerja Lapangan 1
(PKL) 1 di Instalasi Radiologi RSUD SIDOARJO ini disusun dengan tujuan:
1.
Tujuan umum.
Sebagai syarat kelulusan dan Memenuhi Standart Kompetensi PKL 1 pada mata kuliah semester III
2. Tujuan Khusus.
a. Mahasiswa dapat melaksanakan administraasi pendaftaran
sebelum pemotretan
b. Menambah pengetahuan tentang
teknik pemeriksaan radiografi LUMBAL
SAKRUM Proyeksi
AP(Antero- Posterior) dan Lateral pada kasus
LBP( Low Back Pain)yang dilakukan di Instalasi
Radiologi RSUD Sidoarjo
c. Dapat mengetahui dan melakukan
teknik pemeriksaan radiografi Lumbal
Sakrum
d. Sebagai bahan informasi dan
referensi bagi mahasiswi Akademi Rontgen
|
e. Mahasiwa dapat Menentukan proyeksi pemotretan yang
akan digunakan sesuai dengan formulir permintaan foto dan kondisi pasien
f. Mahasiswa dapat menerapkan kaidah proteksi radiasi dalam pemotretan Lumbal
Sakrum
g. Memenuhi
tugas Laporan Kasus mata kuliah Praktek Kerja Lapangan I Akademi Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Widya Cipta Husada
1.4
. Metode
Penulisan
Metode penulisan yang dilakukan
penulis adalah:
1. Observasi.
Penulis melakukan pengamatan
secara langsung di Instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo
2. Studi pustaka.
Penulis membaca berbagai
literatur yang berhubungan dengan kasus yang diambil.
3.
Wawancara
Penulis melakukan wawancara dengan
pihak-pihak terkait.
1.5
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan laporan kasus ini adalah :
1.5.1 Bagi Rumah Sakit khususnya Instalasi Radiologi
Dapat dipakai sebagai masukan dalam prosedur pemeriksaan
radiografi Lumbal Sakrum.
1.5.2 Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana cara
pemeriksaan Lumbal Sakrum
1.5.3 Bagi Akademik
Dapat dipakai
sebagai literatur tambahan dan bahan acuan untuk pemeriksaan lebih lanjut
tentang pemeriksaan Lumbal Sakrum.
1.6 Sistematika
Penulisan
Sistematika penulisan laporan kasus ini adalah sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan,observasi, manfaat
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II
DASAR TEORI
Berisi tentang Definisi, anatomi, fisiologi, eteologi dan faktor resiko, patologi,gejala
klinis,komplikasi serta teknik
radiografi Lumbal sakral.
BAB III PROFIL KASUS
Berisi tentang paparan kasus, tata laksana pemeriksaan dan pembahasan serta
proteksi radiasi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang pembahasan kasus.
BAB V PENUTUP
Berisi tentang
kesimpulan dan saran
BAB
II
DASAR
TEORI
2.1 Definisi
Spyndolosis Lumbal
Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang
berarti tulang belakang. Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada
sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus
intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau
dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama
terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi
superior dan inferior vertebra centralis (corpus). Secara singkat,
sponsylosis adalah kondisi dimana telah terjadi degenerasi pada sendi
intervertebral yaitu antara diskus dan corpus vertebra dan ligamen (terutama ligamen flavum) (John J. Regan, 2010).
2.2
Anatomi fisiologi
Anatomi fisiologi adalah ilmu dalam bidang kesehatan /
kedokteran yang mempelajari di dalamnya anatomi dan fisiologi metabolisme
tubuh, anatomi dan fisiologi sistem saraf, anatomi dan fisiologi sistem
digestif, anatomi dan fisiologi payudara, otak, panggul, dan bagian tubuh lainnya.
ilmu anatomi tubuh manusia ini wajib dikuasi oleh mahasiswa bidang kedokteran
khususnya, keperatan serta kebidanan. (Bruce M. Rothschild, 2009).
2.2.1
Anatomi
1.Vertebra
Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang
belakang adalah sebuah struktur yang lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang
yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Diantara tiap dua ruas tulang
pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan Panjang rangkaian tulang
belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 – 67 cm. Seluruhnya terdapat 33
ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang-tulang terpisah dari 19 ruas
sisanya bergabung membentuk 2 tulang. Kolumna vertebra terdiri dari 7 vertebra
servikal atau ruas tulang leher, 12 vertebra thorakal atau ruas tulang punggung,
5 vertebra lumbal atau ruas tulang pinggang, 5 vertebra sacrum atau ruas tulang
kelangkang, 4 vertebra koksigeus atau ruas tulang tungging (Evelyn, 1999)
(Gambar 1.2 Vertebra anatomy)
Dilihat dari samping
kolumna vertebralis memperlihatkan 4 (empat) kurva atau lengkung. Di daerah
vertebra servikal melengkung ke depan, daerah thorakal melengkung ke belakang,
daerah lumbal melengkung ke depan, dan di daerah pelvis melengkung ke belakang.
(Syaifuddin)
Anatomi yang akan diuraikan dalam Laporan kasus ini merupakan anatomi yang berhubungan dengan pemeriksaan Lumbosakral yang terdiri atas vertebra lumbal dan sakrum.
Anatomi yang akan diuraikan dalam Laporan kasus ini merupakan anatomi yang berhubungan dengan pemeriksaan Lumbosakral yang terdiri atas vertebra lumbal dan sakrum.
(gambar
1.3 vertebara Lumbal )
Vertebralis lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Badannya lebih besar dibandingkan badan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal. Prosesus spinosusnya lebar, tebal, dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus transversusunya panjang dan langsing. Apophyseal joint dari lumbal lebih ke posterior dari coronal plane, artikulasi ini dapat dilihat dengan posisi oblik. Foramen intervertebralis dari lumbal berada ditengah dari sagital plane.
Vertebra lumbal terdiri dari dua komponen, yaitu komponen anterior yang terdiri dari korpus, sedangkan komponen posterior yaitu arkus vertebralis yang terdiri dari pedikel, lamina, prosesus transverses, prosesus spinosus dan prosesus artikularis. Setiap dua korpus vertebra dipisahkan oleh discus intervertebralis dan ditahan serta dihubungkan satu dengan yang lain oleh ligamentum.
Foramina vertebralis lumbalis berbentuk segitiga, ukurannya sedikit lebih besar dari milik vertebra thorakalis tapi lebih kecil dari vertebra servikalis. Bagian bawah dari medulla spinalis meluas sampai foramen vertebra lumbalis satu, foramen vertebra lumbal lima hamya berisi kauda equina dan selaput – selaput otak.
Prosesus transversus berbentuk tipis dan panjang kecuali pada vertebra lumbal lima yang kuat dan tebal. Berukuran lebih kecil daripada yang terdapat pada vertebra thorakalis.
Prosesus spinosus berbentuk tipis, lebar, tumpul dengan pinggir atas mengarah ke arah bawah dank e arah dorsal. Prosesus ini dapat diketahui kedudukannya dengan cara meraba atau palpasi.
Prosesus artikularis superior meripakan fasies artikularis yang sekung dan menghadap posteromedial, sebaliknya fasies artikularis inferiornya cembung dan menghadap ke anterolateralis(Ballinger, 1995).
b.Sakrum
Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata (atau tulang koxa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis(panggul). Dasar dari sacrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas. Tepi anterior dari basis sacrum membentuk promontorium sakralis.
Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebralis (saluran tulang belakang) dan memang lanjutan daripadanya. Dinding kanalis sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf sacral. Prosesus spinosus yang rudimenter dapat dilihat pada pandangan posterior dari sacrum. Permukaan anterior sacrum adalah cekung dan memperlihatkan empat gili-gili melintang, yang menandakan tempat penggabungan kelima vertebra sakralis.
(gambar 1.4 Vertebra sakrum)
Pada ujung gili-gili
ini, disetiap sisi terdapat lubang-lubang kecil untuk dilewati urat-urat saraf.
Lubang-lubang ini disebut foramina. Apex dari sacrum bersendi dengan tulang
koksigeus. Di sisinya, sacrum bersendi dengan tulang ileum dan membentuk sendi
sakro-iliaka kanan dan kiri(Evelyn, 1999).
2.2.2
Fisiologi
Kolumna vertebralis merupakan bagian dari
rangka batang badan. Berfungsi untuk menyalurkan berat kepala, ekstrimitas atas
dan batang badan pada tulang panggul. Juga berfungsi untuk melindungi medula
spinalis serta selaput otaknya yang mempunyai tempat di kanalis vertebralis.
Fungsi ketiga dari kolumna vertebralis adalah untuk menghasilkan
gerakan-gerakan serta menjadi tempat lekat dari otot-otot. (Bajpai, 1991)
Vertebra lumbosakaral merupakan bagian dari tulang belakang/kolumna vertebralis yaitu susunan tulang-tulang kecil yang dinamakan ruas tulang belakang.
Tulang belakang gunanya adalah untuk menahan kepala dan alat-alat tubuh yang lain, melindungi sumsum tulang belakang yaitu lanjutan dari sumsum penyambung otak yang terdapat di dalam saluran tulang belakang dan tempat tulang-tulang panggul bergantung (Amstrong, 1989).
Vertebra lumbosakaral merupakan bagian dari tulang belakang/kolumna vertebralis yaitu susunan tulang-tulang kecil yang dinamakan ruas tulang belakang.
Tulang belakang gunanya adalah untuk menahan kepala dan alat-alat tubuh yang lain, melindungi sumsum tulang belakang yaitu lanjutan dari sumsum penyambung otak yang terdapat di dalam saluran tulang belakang dan tempat tulang-tulang panggul bergantung (Amstrong, 1989).
2.3 Etiologi
dan Faktor Resiko
Spondylosis lumbal muncul karena proses
penuaan atau perubahan degeneratif. Spondylosis lumbal banyak pada usia
30 – 45 tahun dan paling banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih banyak
menyerang pada wanita daripada laki-laki. Faktor-faktor resiko yang dapat
menyebabkan spondylosis lumbal adalah (Bruce M. Rothschild,
2009).
:
a.
Kebiasaan postur yang jelek
b.
Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti
aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan
membawa/memindahkan barang.
c.
Tipe tubuh
Ada beberapa faktor yang memudahkan
terjadinya progresi degenerasi pada vertebra lumbal yaitu (Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009) :
a. Faktor
usia , beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses penuaan merupakan faktor resiko yang
sangat kuat untuk degenerasi tulang khususnya pada
tulang vertebra. Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis deformans atau spondylosis meningkat
secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 – 70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada
usia 20 tahun dan sekitar 98% pada usia 70 tahun.
b.
Stress akibat aktivitas dan pekerjaan, degenerasi diskus juga berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian
retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma pada
lumbar, indeks massa tubuh, beban pada lumbal setiap hari (twisting, mengangkat, membungkuk, postur jelek
yang terus menerus), dan vibrasi seluruh tubuh
(seperti berkendaraan), semuanya merupakan faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan spondylosis dan keparahan
spondylosis.
c.
Peran herediter, Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi diskus. Penelitian Spector
and MacGregor menjelaskan bahwa 50% variabilitas
yang ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter. Kedua penelitian tersebut telah
mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif yang menunjukkan bahwa sekitar ½ (47 – 66%) spondylosis
berkaitan dengan faktor genetik dan
lingkungan, sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance training.
d. Adaptasi
fungsional, Penelitian Humzah and Soames menjelaskan bahwa perubahan degeneratif
pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan kinematik vertebra. Osteofit
mungkin terbentuk dalam proses degenerasi dan kerusakan cartilaginous mungkin
terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat terbentuk akibat adanya adaptasi
fungsional terhadap instabilitas atau perubahan tuntutan pada vertebra lumbar.
2.4 Patofisiologi
Perubahan patologi yang
terjadi pada diskus intervertebralis antara lain:
a. Annulus
fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan muncul retak pada berbagai sisi.
b. Nucleus
pulposus kehilangan cairan
c. Tinggi
diskus berkurang
d. Perubahan
ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat hadir tanpa menyebabkan adanya
tanda-tanda dan gejala.
Sedangkan pada corpus
vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya lipping yang
disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan penarikan
dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus
yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya crush fracture.
Pada ligamentum
intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal terutama pada daerah yang
sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari spinal cord
membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan
inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis intervertebralis.
Terjadi perubahan
patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan perubahan pada
osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan
bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan penekanan pada akar
saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis. (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, 2006).
2.5 Gambaran
klinis
Perubahan degeneratif dapat menghasilkan
nyeri pada axial spine akibat iritasi nociceptive yang diidentifikasi terdapat
didalam facet joint, diskus intervertebralis, sacroiliaca joint, akar saraf
duramater, dan struktur myofascial didalam axial spine (Kimberley Middleton and
David E. Fish, 2009).
Perubahan degenerasi
anatomis tersebut dapat mencapai puncaknya dalam gambaran klinis dari stenosis
spinalis, atau penyempitan didalam canalis spinal melalui pertumbuhan osteofit
yang progresif, hipertropi processus articular inferior, herniasi diskus,
bulging (penonjolan) dari ligamen flavum, atau spondylolisthesis. Gambaran
klinis yang muncul berupa neurogenik claudication, yang mencakup nyeri
pinggang, nyeri tungkai, serta rasa kebas dan kelemahan motorik pada
ekstremitas bawah yang dapat diperburuk saat berdiri dan berjalan, dan
diperingan saat duduk dan tidur terlentang (Kimberley Middleton and David E.
Fish, 2009).
Karakteristik dari
spondylosis lumbal adalah nyeri dan kekakuan gerak pada pagi hari. Biasanya
segmen yang terlibat lebih dari satu segmen. Pada saat aktivitas, biasa timbul
nyeri karena gerakan dapat merangsang serabut nyeri dilapisan luar annulus
fibrosus dan facet joint. Duduk dalam waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri
dan gejala-gejala lain akibat tekanan pada vertebra lumbar. Gerakan yang
berulang seperti mengangkat beban dan membungkuk (seperti pekerjaan manual
dipabrik) dapat meningkatkan nyeri (John J. Regan, 2010).
2.6 Komplikasi
Skoliosis merupakan
komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita nyeri punggung bawah
karena Spondilosis. Hal ini terjadi karena pasien selalu memposisikan tubuhnya
kearah yang lebih nyaman tanpa mempedulikan sikap tubuh normal. Hal ini
didukung oleh ketegangan otot pada sisi vertebra yang sakit.
2.7
Teknik
radiografi
Dalam pemeriksaan Spondyolosis
dibuat foto polos Lumbo
Sakrum. Dengan
menampakkan besar (ukuran) Tulang Vertebrae Lumbal Dan Sakrum.dan pada Proyeksi yang
diambil antero-posterior (AP) Dan Lateral . (http://dadang-saksono.blogspot.com/2010/07
2.7.1 Persiapan Alat Dan Pasien
a.Persiapan Pasien
1.Pasien ganti baju dan melepaskan benda-benda yang mengganggu gambaran radiograf.
2.Petugas menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien.
b.Persiapan Alat dan bahan
Alat–alat
dan bahan yang dipersiapkan dalam pemeriksaan vertebra lumbosakral antara lain
:
1.Pesawat sinar-X siap pakai
2.Kaset dan film sinar-X sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan (30 x 40 sebanyak 2 buah)
3.Marker untuk identifikasi radiograf
4.Grid atau bucky table
5.Alat fiksasi bila diperlukan
6.Alat pengolah film
1.Pesawat sinar-X siap pakai
2.Kaset dan film sinar-X sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan (30 x 40 sebanyak 2 buah)
3.Marker untuk identifikasi radiograf
4.Grid atau bucky table
5.Alat fiksasi bila diperlukan
6.Alat pengolah film
2.7.2 Proyeksi pemeriksaan
a.Proyeksi Anteroposterior
1.Tujuan
Mendapatkan radiograf dari lumbal, ruang diskus intervertebralis, ruang
interpediculate, lamina, processus spinosus, processus transversus dan sakrum.
2.Posisi Pasien
Pasien tidur supine, kepala di atas bantal,
knee fleksi.
3.Posisi Obyek
3.Posisi Obyek
a) Atur MSP tegak lurus kaset/meja pemeriksaan
(jika pakai buki).
b) Letakkan kedua tangan diatas dada.
c) Tidak ada rotasi tarsal / pelvis.
Gambar 1.5 (Posisi Anteroposterior Vertebra LumbaL Sakrum)
Gambar 1.5 (Posisi Anteroposterior Vertebra LumbaL Sakrum)
4.Sinar
CR : Tegak lurus kaset
CP : (a) Setinggi Krista iliaka (interspace L4-L5) untuk memperlihatkan lumbal sacrum dan posterior Cocygeus.
(b) Setinggi L3 (palpasi lower costal margin/4 cm di atas crista iliaka) untuk memperlihatkan lumbal.
SID : 100 cm
Eksposi : Saat eksposing pasien di arahkan tarik nafas,keluarkan dan tahan nafas
5. Faktor eksposi
Lumbal Sakrum AP(Antero-Posterior)
No
|
Ketebalan Obyek
|
KV
|
MA
|
SEC.
|
1
|
Kurus
|
67
|
200
|
0,160
|
2
|
Sedang
|
73
|
200
|
0,160
|
3
|
Gemuk
|
80
|
200
|
0,160
|
Kriteria : Tampak vertebra lumbal, space intervertebra, prosessus spinosus dalam satu garis pada vertebra, prosessus transversus kanan dan kiri berjarak sama.
b. Proyeksi Lateral
1). Tujuan
Mendapatkan radiografi lumbal, processus
spinosus, persimpangan lumbosakral, foramen intervertebralis dan sacrum.
2). Posisi Pasien
Pasien
lateral recumbent, kepala di atas bantal, knee fleksi, di bawah knee dan
ankle diberi pengganjal
(
Gambar 1.6 Posisi Lateral (Bontrager, 2001)
3). Posisi
obyek :
a. Atur MSP(mide sagital plane) tegak lurus kaset .
b. Pelvis dan tarsal true lateral
c. Letakkan pengganjal yang
radiolussent di bawah pinggang agar vertebra lumbal sejajar pada meja
(palpasi prosessus spinosus).
4). Sinar :
a. CR : Tegak
lurus kaset.
b. CP
: Setinggi Krista iliaka
c. SID : 100
cm.
d. Eksposi :
Ekspirasi tahan napas.
5). Faktor
eksposi
NO
|
KETEBALAN OBYEK
|
KV
|
MA
|
SEC.
|
1
|
Kurus
|
70
|
200
|
0,250
|
2
|
Sedang
|
75
|
200
|
0,250
|
3
|
Gemuk
|
83
|
200
|
0.250
|
Kriteria :
a. Tampak foramen
intervertebralis L1 – L4, Corpus vertebrae, space intervertebrae, prosessus
spinosus dan L5 – S1
b. Tidak ada rotasi
2.8 Proteksi radiasi
Proteksi Radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan
yang berkaitan dengan teknik kesehatan lingkungan yaitu tentang proteksi yang
perlu diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang terhadap kemungkinan
diperolehnya akibat negatif dari radiasi pengion.
Filosofi proteksi radiasi yang dipakai sekarang
ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi (International
Commission on Radiological Protection, ICRP) dalam suatu pernyataan yang
mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai berikut:
1. Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali
mempunyai keuntungan yang positif dibandingkan dengan risiko, yang dikenal
sebagai azas justifikasi,
2. Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah
mungkin yang bisa dicapai (as low as reasonably achievable, ALARA) dengan
mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, yang dikenal sebagai azas optimasi,
3. Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang
direkomendasikan oleh ICRP untuk suatu lingkungan tertentu, yang dikenal
sebagai azas limitasi.
Konsep untuk mencapai suatu tingkat serendah mungkin
merupakan hal mendasar yang perlu dikendalikan, tidak hanya untuk radiasi
tetapi juga untuk semua hal yang membahayakan lingkungan. Mengingat bahwa tidak
mungkin menghilangkan paparan radiasi secara keseluruhan, maka paparan radiasi
diusahakan pada tingkat yang optimal sesuai dengan kebutuhan dan manfaat dari
sisi kemanusiaan.
Menurut
Bapeten, nilai batas dosis dalam satu tahun untuk pekerja radiasi adalah 50 mSv
(5rem), sedang untuk masyarakat umum adalah 5 mSv (500 mrem). (BAPETEN, 2001):
2.8.1 Proteksi radiasi untuk masyarakat umum :
-
Nilai batas
dosis radiasi untuk masyarakat umum adalah 5 mSv/tahun atau 1/10 dari pekerja
radiasi.
-
Nilai batas dosis untuk penyinaran lokal adalah 50
mSv (5 rem) / tahun selain lensa mata 15 mSv (1,5 rem) / tahun.
-
Pengantar pasien atau perawat tidak diperbolehkan
berada di dalam ruang pemeriksaan pada waktu eksposi.
-
Bangunan instalasi radiologi dirancang sedemikian
rupa sehingga radiasi hambur dapat diserap.
2.8.2
Proteksi radiasi untuk pasien
-
Membatasi luas lapangan penyinaran.
-
Gunakan apron untuk melindungi gonad pasien, ini
seharusnya dilakukan pada pasien.
-
Mengatur dosis radiasi sesuai kondisi obyek yang
akan diperiksa/meminimalisasi dosis radiasi.
-
Memposisikan pasien dengan benar sehingga dapat
mengurangi terjadinya pengulangan pemotretan.
2.8.3 Proteksi radiasi untuk pekerja radiasi :
-
Nilai batas dosis pekerja radiasi adalah 50 mSv/tahun atau ( 5 rem) / tahun.
-
Pekerja radiasi tidak dibenarkan memegang pasien
selama eksposi.
-
Hindari penyinaran bagian-bagian yang tidak
terlindungi.
-
Pemakaian sarung tangan, apron yang berlapis Pb
dengan tebal 0,5 mmPb.
-
Gunakan alat pengukur radiasi.
-
Periksa perlengkapan-perlengkapan yang akan
digunakan apabila ada kemungkinan bocor/rusak.
BAB
III
PROFIL
KASUS
3.1 Profil Kasus.
Pada laporan ini akan
membahas tentang adanya profil kasus Lumbal sakrum pada indikasi LBP(Low back pain ) pada Spyndolyosis Lumbal yang terjadi di RSUD SIDOARJO.
pada
pasien :
Nama :
Ny. HZ
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : Pondok jati
Keterangan Klinis : LBP(low back pain)
Definisi analisa : -
Spyndolyosis Lumbal
3.2 Riwayat pasien
Seorang Perempuan 37 tahun, datang
ke rumah sakit dengan keluhan nyeri
pinggang bawah menjalar ke tungkai. Awalnya
pasien merasakan nyeri pada pinggang, kemudian pasien berobat ke tukang urut.
Keesokan harinya pasien merasakan nyeri menjalar ke tungkai kanan bawah. Nyeri timbul tiba-tiba, terasa seperti berdenyut dan ditusuk-tusuk. Nyeri
pinggang menjalar ke sisi luar tungkai kanan
hingga ke ibu jari kaki. Nyeri bertambah jika pasien bangkit dari duduk,
saat batuk dan mengejan. Nyeri
berkurang saat pasien tidur dengan memiringkan badan ke sisi yang tidak sakit. Pasien merasakan
sedikit bebas pada tungkai kanannya. Kelemahan
anggota gerak tidak ada. BAB dan BAK biasa. Demam tidak ada. Penurunan berat badan tidak ada. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga .hal ini terjadi berapa selang stelah melahirkan anak yang ke2.
3.3 Pembahasan Kasus
Dalam kasus ini, Pemeriksaan Lumbal Sakrum di Instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo tidak
memerlukan persiapan khusus, cukup memberikan penjelasan kepada pasien mengenai
jalannya pemeriksaan supaya pasien merasa nyaman. Pasien di suruh ganti baju serta diberitahu untuk
melepas benda-benda
yang bersifat radioopaque.
Pada prosedur pemeriksaan diagnostik menggunakan Proyeksi
AP dan Lateral dalam pemeriksaan tersebut . Pemeriksaan radiografi ini dilakukan untuk mendiagnosa dan meyakinkan persyarafan pada sendi tulang Vertebra Lumbosakral
yang menyebabkan LBP(low back pain) Yang biasa disebut nyeri tulang belakang
dan juga serta membahas kesesuaian
pemeriksaan di lapangan dengan teori yang ada. Adapun prosedur dan alat
pemeriksaan Lumbal sakrum adalah sebagai berikut :
1.
Pesawat
Rontgen
(Quantum Medical imaging)
Merk : Thosiba
Manufactured : sept 2010 / 2010 – 09
Unit model : E7242X
(Sn) Ser. No : 10J006
Insert model : E7242
Ser.No : OHO663
Max. voltage : 125 kv
Focal Spot : 1.5 / 0.6
Pemanen filtration : 0.9 AI /
75
Sup.symbol : OMI
Stator : XS – RA
(gambar 1.7 Pesawat konventional Ronthgen)
2.
Kaset
dan Film Rontgen
Film : KODAK
Lanex-Reguler screens Kodak X-omat Cassete
Kaset dan film Rontgen yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah green sensitive yang memiliki ukuran
yaitu 30 x 40 cm.
(gambar 1.8 Kaset)
3.
Marker
Marker atau penandaan yang
terbuat dari timbal dengan huruf R atau L sangat penting untuk menghindari
kesalahan diagnosa.
(gambar 1.9Marker)
4.
Processing
Automatic
II).
. Pengolahan
Film Secara Otomatis
III).
Prinsip yang digunakan pada pengolahan
film secara otomatis pada dasarnya sama dengan pengolahan film secara manual.
Namun pada pengolahan film secara otomatis tidak ada tahapan rinsing. Hal
ini dikarenakan tahapan rinsing sudah digantikan oleh roller yang
berada di dalam mesin automatic processing. Tahapan yang ada
pada automatic processing adalah developing, fixing,
washing, dan drying.
IV).
Lamanya waktu pengolahan
film pada automatic processing lebih singkat
karena suhu larutan developer dan fixing lebih
tinggi sehingga mengakibatkan keaktifannya meningkat, dan
terjadinya agitasi secara terus menerus oleh roller.
(gambar 10 prosesing film)
5. Stasionary Grid
Fungsi grid adalah mengurangi radiasi hambur yang mencapai
film ketika proses pemotretan radiografi terjadi. Kualitas gambar akan
meningkat bila scatters (radiasi hambur) dapat dikendalikan
atau direduksi. Grid terlihat seperti sebuah lembar metal lembut yang
sederhana, tetapi sebenarnya sebuah alat yang dibuat dengan presisi tinggi
tetapi alat ini juga mudah rusak.
(Gambar 11
Stasionary Grid)
6.
Id
Camera
Untuk mengetahui identitas pasien
(Gambar 12 Printing Nama)
3.3 Pelaksanaan pemeriksaan
3.3.1
Persiapan
pasien
Tidak ada persiapan khusus pada
pemeriksaan Lumbal
Sakrum , hanya melepaskan benda-benda yang
dapat menimbulkan artefak pada radiograf.
3.3.2
Persiapan
Alat
a.
Pesawat sinar-X.
b.
Kaset ukuran 30x40cm.
c.
Marker R dan L.
d.
Prosesing Automatic
e.
Stasionary Grid.
f.
Printing Nama.
3.3.3
Tehnik
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan
Foto Lumbal Sakrum AP
(antero-posterior) :
a.
Posisi pasien
Tidur supine di atas meja
pemeriksaan, tangan disamping badan.
b. Posisi objek
Pusatkan
MSP(Mide Sagital Plane)tubuh ditengah garis
meja, untuk mencegah rotasi tulang belakang, tempatkan bahu dan pinggul pada
bidang horisontal dan sesuaikan MSP(Mide Sagital Plane) kepala sehingga
sejajar pada bidang yang sama dengan tulang belakang. Elbow difleksikan
dan tempatkan kedua tangan diatas dada. Pastikan tidak ada rotasi pada pelvis
dan kedua lutut diluruskan.
c.
Central Ray
Tegak
lurus dengan bidang film
d.
Central Point
Pada MSP(Mide
Sagital Plane) Diantara Lumbal 4 – Lumbal
5 atau
setinggi dengan crista illiaca
e. Film Focus Distance (FFD)
FFD berjarak 100 cm.
f. Faktor eksposi
kVp : 73, mAs :32
g. Kaset
30 X 40 cm.
h. Kolimasi
batas atas prosesus
xypoidius, batas bawah simpisis pubis, dan atur batas kanan kiri agar lumbosakrum tidak terpotong
(Gambar 13 Proyeksi AP Lumbosakral)
. Kriteria
gambar :
·
Tampak vertebra lumbal,
·
space intervertebra,
·
prosessus spinosus dalam satu garis pada
vertebra,
·
prosessus transversus kanan dan kiri
berjarak sama.
·
Tampak marker R/L
·
Kolimasinya sesuai dengan objek yang diperiksa
2.
Pemeriksaan
Foto Lumbal Sakrum
Lateral
a.Posisi pasien
Pasien lateral recumbent, kepala di
atas bantal, knee fleksi, dibawah knee dan ankle diberi
pengganjal.
b.Posisi objek
Pasien tidur
miring kearah yang diperiksa, knee joint fleksio, pinggul diganjal untuk mengurangi tekanan.
Bidang coronal median tubuh segaris dengan mid line
meja sehingga sumbu panjang tulang belakang terletak pada bidang mid line meja. Beri pengganjal pada
kepala pasien sehingga MSP(Mide Sagital Plane)
kepala sejalan dengan tulang belakang. Elbow fleksi, untuk mencegah rotasi lutut diganjal dengan alat fiksasi.
Gunakan gonad pada pasien pria. Beri aba-aba pada pasien untuk menahan napas pada saat ekspos
c .Central Ray
Tegak lurus kaset
d. Central Point
(a)
Setinggi Krista iliaka (interspace L4-L5) untuk memperlihatkan lumbal acrum dan posterior Cocygeus.
(b) Setinggi L3 (palpasi lower costal margin/4 cm di atas crista iliaka) untuk memperlihatkan lumbal.
(b) Setinggi L3 (palpasi lower costal margin/4 cm di atas crista iliaka) untuk memperlihatkan lumbal.
e. Film Focus Distance (FFD)
FFD berjarak 100 cm.
f. Faktor eksposi
kVp75 : , mAs :50
g. Kaset
30 X 40 cm.
h. Kolimasi
batas atas prosesus
xypoidius, batas bawah simpisis pubis, dan atur batas kanan kiri agar organ lumbosakrum mencangkup keseluruhan.
(Gambar 14 Proyeksi Lateral Lumbosakral )
. Kriteria
gambar :
A.
·
Tampak foramen intervertebralis Lumbal 1
– Lumbal 4,
·
Corpus vertebrae,
·
space intervertebrae,
·
prosessus spinosus dan Lumbal 5 – Sakrum
1.
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah penulis melakukan pengamatan Administrasi dan pemotretan secara
langsung terhadap jalannya pemeriksaan, untuk itulah dalam pembahasan ini akan
penulis membahas hal-hal yang berkaitan dengan hasil dari teknik pemeriksaan
Lumbosakral pada klinis spondyolosis Lumbalis.
4.1.
Pembahasan Administrasi
Pasien atas nama Ny.HZ datang ke administrasi
radiologi untuk mendaftar dengan membawa
Surat pengantar dari poli rehabilitasi medik dengan permintaan Lumbosakral pada klinis Spondyolosis
Lumbalis,pada permintaan proyeksi photo AP(antero
posterior) dan lateral.Setelah pendaftaran administrasi pasien diharap menunggu di depan ruang photo untuk
pemeriksaan lebih lanjut.
Menurut pendapat penulis pada sistem prosedur
yang sudah diterapkan pada bagian administrasi
sudah cukup baik. Dari pendaftaran,proses data dan pencatatan. Namun pada berkas pengantar sampai pada
radiografer terkadang lama . Sehinga pada antrian tunggu pasien menumpuk.
4.2.Prosedur
pemeriksaan
Pemeriksaan
Lumbosakral di RSUD Sidoarjo pada kasus spondyolosis lumbalis tidak diperlukan
suatu persiapan khusus, tetapi memerlukan tindakan segera dan proyeksi yang
dipergunakan adalah AP(antero-posterior dan lateral)pada posisi supine .
a. proyeksi AP(antero-posterior)
pada persiapan pasien . pertama
pasien terlebih dahulu ganti baju di kamar yang sudah disediakan agar tak
terdapat bayangan radiopaque.radiografer mempersiapkan alat dan kaset beserta grid , karena pada pemeriksaan ini tidak
menggunakan meja bucky. Posisi
pasien supine terlentang dan kaset pada tepat pada pertengahan Lumbosakral pada CP(center point)
SIAS(spina iliaka antero posterior) pada proyeksi pemeriksaan ini kriteria pemeriksaan gambar harus mencangkup vertebra
lumbal, space intervertebra,
prosessus spinosus dalam satu garis pada vertebra, prosessus transversus kanan dan kiri berjarak sama.
b.proyeksi lateral
prosedur tetap sama pada
pemeriksaan sebelumnya hanya pada kali ini pasien miring indorotasi
dan kolimasi sesuai batas penyinaran,pada pemeriksaan ini bertujuan untuk Mendapatkan radiografi lumbal,processus
spinosus,persimpangan lumbosakral, foramen intervertebralis dan sacrum
4.3. Proses Radiofotografi
Pada RSUD Sidorajo proses pencucian film
sudah sesuai dengan standar mulai mentup pintu ruangan kamar gelap dan
mematikan lampu serta di lanjutkan dengan memasukannya film ke automatic
prosesor.
Menurut
pendapat penulis penggunaan automatic prosesor
sudah umum dilakukan dan apabila
cairan developer dan fixer sudah lemah
akan menggangu kualitas film radiograf dan foto akan di ulang pemeriksaanya
pada pasien sehingga menambah efek radiasi pada pasien yang
4.4 Proteksi
Radiasi
Di instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo pada pemeriksaan Lumbo sakral terdapat Gonald shield pada leher , kepala dan mata untuk melindungi radiasi tapi alat ini jarang dipakai,sehingga operator hanya membatasi kolimasi seminimalis mungkin untuk paparan radiasi pada pasien
Di instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo pada pemeriksaan Lumbo sakral terdapat Gonald shield pada leher , kepala dan mata untuk melindungi radiasi tapi alat ini jarang dipakai,sehingga operator hanya membatasi kolimasi seminimalis mungkin untuk paparan radiasi pada pasien
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan
paparan kasus Lumbo sakral dengan
indikasi spyndyolosis Lumbal di Instalasi Radiologi RSUD SIDOARJO
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan
pemeriksaan Lumbo sakral posisi
AP(Antero-Posterior) Dan Lateral dapat diketahui dengan jelas bahwa telah terjadi degenerasi pada sendi
intervertebral yaitu antara diskus dan corpus vertebra .
2.
Foto proyeksi AP Dan Lateral Sudah Cukup
menegakkan Diagnosa pada pemeriksaan tersebut.
5.2
Saran
Adapun
saran yang dapat penulis sampaikan sehubungan dengan penulisan laporan kasus
ini adalah :
1.
Untuk petugas Radiografersaat melakukan pemeriksaan selalu menjaga komunikasi yang baik dengan pasien.
2.
Kurangnya jumlah alat imobilisasi, seperti
spone atau pengganjal obyek.
3.
Proteksi
radiasi bagi pasien perlu di tingkatkan dengan membatasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan luas obyek yang akan di foto.
4.
Pada pemeriksaan Lumbo Sakral terhadap
pasien sebaiknya digunakan Gonald Shield.
4. Proteksi
radiasi bagi masyarakat umum hendaknya
pengantar pasien atau orang
yang tidak berkepentingan tidak di perbolehkan masuk di dalam ruang pemeriksaan
dan di persilahkan menunggu di ruang tunggu yang ada di depan kamar pemeriksaan
dan pintu kamar pemeriksaan di tutup rapat.
DAFTAR PUSTAKA
Bratton,
Robert L. Assessment And Management Of Acute Low Back Pain. The American
academy of family physician. November 15, 1999 (online www.aafp.org22
September 2008)
Ballinger,
Philip W. 2003. Merrill’s Atlas of Radiographic Position & Radiologic
Prosedures volume one. USA: Mosby.
Pearce,
Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi
untuk Para Medis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Rahman,
Nova. 2009. Radiofotografi. Padang: Universitas Baiturrahman.
Bontrager,
K.L., 2001. Text Book Of Radiographic Positioning and Related Anatomy, Mysby
Inc,. Missauri.
Barbara
J.N., dkk., 2004. Differences in Measurements of Lumbar Curvature
Related to
Gender and Low Back Pain. Journal of Orthopaedic & Sports
Physical
Therapy 34(9): 524-534.
http://www.scribd.com/doc/44834841/Spondylosis-Lumbalis
TEHNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI
LUMBOSAKRAL DENGAN
KLINIS SPYNDPOALISIS LUMBAL DI
INSTALASI RADIOLOGI
RSUD SIDOARJO
Disusun
oleh :
RIFKI DWI YULIANZA
NIM : 1111041016
PRODI
D3
TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN
RADIOTERAPI
STIKes Widya Cipta Husada
Kepanjen - Malang
2013
HALAMAN PENGESAHAN
Telah
diperiksa dan disetujui untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan
I Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi STIKes Widya Cipta Husada Kepanjen
Malang.
Nama :
Rifki dwi yulianza
Nim :
1111041016
Judul : ”Tehnik Pemeriksaan Lumbosakral di Instalasi
Radiologi RSUD Sidoarjo.
Sidoarjo
, 13 januari 2013
Mengesahkan
CI
STIKes WCH CI Radiologi RSUD Sidoarjo
(..............................) (...................................)
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan segala puji syukur
kepada Tuhan YME atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan
(PKL) I dari tanggal 17 Desember 2012 sampai 13 Januari 2013 di Instalasi
Radiologi RSUD Kabupaten Sidoarjo.
Dalam
menyelesaikan laporan kasus ini
penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai
pihak, dan untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak
Rony Prisyanto, SST selaku Kaprodi D3 Radiologi STIKes Widya Cipta Husada.
2. Direktur
RSUD Sidoarjo yang telah bersedia memberi tempat untuk lahan PKL I.
3. Bapak
Martono , SST selaku CI Institusi.
4. Bapak Adhi Artono,Amd Rad
5. Bapak
Bambang, Amd Rad selaku CI ruangan.
6. Semua
Radiografer dan segenap staf administrasi radiologi yang telah bersedia
membimbing kami.
7. Teman-teman
Seangkatan Putra,Ria,Ayu yang telah memberikan formalitas selama PKL di RSUD
Sidoarjo
8. Semua
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
pembuatan Laporan Kasus ini.
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Kasus ini masih terdapat banyak
kekurangan dan kesalahan, mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca semua, guna memperbaiki Laporan Kasus berikutnya. Penulis juga
berharap semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri
maupun pembaca yang budiman.
Sidoarjo, 12 Januari 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Daerah lumbal terdiri atas Lumbal 1 sampai Lumbal 5 dan Lumbal 5 – Sakrum 1 yang paling besar menerima beban atau berat tubuh
sehingga daerah lumbal menerima gaya dan stress mekanikal paling besar
sepanjang vertebra (Bellenir K, 2008). Menurut The Healthy Back Institute
(2010), daerah lumbal merupakan daerah vertebra yang sangat peka terhadap
terjadinya nyeri pinggang karena daerah lumbal paling besar menerima beban saat
tubuh bergerak dan saat menumpuh berat badan. Disamping itu, gerakan membawa
atau mengangkat objek yang sangat berat biasanya dapat menyebabkan terjadinya
cidera pada lumbar spine.
Nyeri pinggang dapat disebabkan oleh
berbagai kondisi. Kondisi-kondisi yang umumnya menyebabkan nyeri pinggang
adalah strain lumbar, iritasi saraf, radiculopathy lumbar, gangguan pada tulang
(stenosis spinal, spondylolisthesis), kondisi-kondisi sendi dan tulang
(spondylosis), dan kondisi-kondisi tulang kongenital (spina bifida dan
skoliosis) (William C. Shiel Jr, 2009). Diantara kondisi tersebut, telah
diobservasi bahwa sekitar 90% pasien nyeri pinggang mengalami spondylosis
lumbar (Jupiter Infomedia, 2009). Sedangkan menurut Kelly Redden (2009), nyeri
pinggang dibagi atas 2 bagian yaitu mekanikal nyeri pinggang dan non-mekanikal
nyeri pinggang. Mekanikal nyeri pinggang terdiri dari lumbar strain/sprain,
spondylosis lumbal, piriformis syndrome, herniasi diskus, spinal stenosis,
fraktur kompresi osteoporotik, spondylolisthesis, fraktur traumatik, dan
penyakit kongenital (skoliosis). Diantara kondisi tersebut, spondylosis lumbal
menduduki peringkat kedua dengan persentase 10% dari mekanikal nyeri pinggang
sedangkan lumbar strain/sprain memiliki persentase terbanyak yaitu 70% dari
mekanikal nyeri pinggang.
Spondylosis lumbal
merupakan penyakit degeneratif pada corpus vertebra atau diskus
intervertebralis. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita. Faktor utama
yang bertanggung jawab terhadap perkembangan spondylosis lumbal adalah usia,
obesitas, duduk dalam waktu yang lama dan kebiasaan postur yang jelek. Pada
faktor usia menunjukkan bahwa kondisi ini banyak dialami oleh orang yang
berusia 40 tahun keatas. Faktor obesitas juga berperan dalam menyebabkan
perkembangan spondylosis lumbar (Jupiter Infomedia, 2009).
Spondylosis lumbal
merupakan kelompok kondisi Osteoarthritis yang menyebabkan perubahan
degeneratif pada intervertebral joint dan apophyseal joint (facet joint).
Kondisi ini terjadi pada usia 30 – 45 tahun namun paling banyak terjadi pada
usia 45 tahun dan lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki.
Sedangkan faktor resiko terjadinya spondylosis lumbar adalah faktor kebiasaan
postur yang jelek, stress mekanikal dalam aktivitas pekerjaan, dan tipe tubuh.
Perubahan degeneratif pada lumbar dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala)
dan simptomatik (muncul gejala/keluhan). Gejala yang sering muncul adalah nyeri
pinggang, spasme otot, dan keterbatasan gerak kesegala arah (Ann Thomson,
1991).
Problem nyeri, spasme
dan keterbatasan gerak dapat ditangani dengan intervensi fisioterapi. Berbagai
modalitas dapat digunakan untuk mengatasi problem tersebut. Pemberian Short
Wave Diathermy yang menghasilkan efek thermal dapat menurunkan nyeri dan spasme
otot. Adanya efek panas yang sedatif dapat merangsang ujung saraf sensorik dan
proprioseptor sehingga nyeri dan spasme otot lambat laun akan menurun (Hilary
Wadsworth, 1988). Kemudian pemberian William Flexion Exercise dapat
menghasilkan peningkatan stabilitas lumbal dan menambah luas gerak sendi pada
lumbal melalui peningkatan fleksibilitas dan elastisitas otot (Paul Hooper,
1999). Kondisi ini juga banyak ditemukan disetiap Rumah Sakit Kota Makassar dan
di RSUD. Syekh Yusuf Gowa. Berdasarkan pengamatan peneliti, beberapa pasien
yang berusia 40 tahun keatas dan umumnya wanita mengalami kondisi spondylosis
lumbal dengan problem nyeri pinggang serta gangguan gerak dan fungsi pada
lumbal. Keadaan ini biasanya membatasi aktivitas kegiatan sehari-hari penderita
dan setelah beberapa kali ditangani oleh fisioterapi kondisinya menjadi
membaik. Hal ini yang mendorong peneliti tertarik mengambil topik penelitian
ini. “TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI LUMBAL SAKRUM DENGAN KLINIS
LBP (LOW BACK PAIN) DEFINISI SPONDYOLOSIS
LUMBAL DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD SIDOARJO
1.2.Rumusan Masalah
Dengan Latar Belakang di atas
penulis merumuskan masalah, sebagai berikut.
a) Bagaimana
prosedur pelaksanaan teknik pemeriksaan pada Kasus Lumbal Sakrum dengan Klinis
LBP ( Low Back pain )di Instalasi
Radiologi RSUD Sidoarjo ?
b) kelebihan
pemeriksaan menggunakan proyeksi Antero Posterior dan Lateral
pada pemeriksaan di atas ?
1.3Tujuan Penulisan
Laporan Praktek Kerja Lapangan 1
(PKL) 1 di Instalasi Radiologi RSUD SIDOARJO ini disusun dengan tujuan:
1.
Tujuan umum.
Sebagai syarat kelulusan dan Memenuhi Standart Kompetensi PKL 1 pada mata kuliah semester III
2. Tujuan Khusus.
a. Mahasiswa dapat melaksanakan administraasi pendaftaran
sebelum pemotretan
b. Menambah pengetahuan tentang
teknik pemeriksaan radiografi LUMBAL
SAKRUM Proyeksi
AP(Antero- Posterior) dan Lateral pada kasus
LBP( Low Back Pain)yang dilakukan di Instalasi
Radiologi RSUD Sidoarjo
c. Dapat mengetahui dan melakukan
teknik pemeriksaan radiografi Lumbal
Sakrum
d. Sebagai bahan informasi dan
referensi bagi mahasiswi Akademi Rontgen
|
e. Mahasiwa dapat Menentukan proyeksi pemotretan yang
akan digunakan sesuai dengan formulir permintaan foto dan kondisi pasien
f. Mahasiswa dapat menerapkan kaidah proteksi radiasi dalam pemotretan Lumbal
Sakrum
g. Memenuhi
tugas Laporan Kasus mata kuliah Praktek Kerja Lapangan I Akademi Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Widya Cipta Husada
1.4
. Metode
Penulisan
Metode penulisan yang dilakukan
penulis adalah:
1. Observasi.
Penulis melakukan pengamatan
secara langsung di Instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo
2. Studi pustaka.
Penulis membaca berbagai
literatur yang berhubungan dengan kasus yang diambil.
3.
Wawancara
Penulis melakukan wawancara dengan
pihak-pihak terkait.
1.5
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan laporan kasus ini adalah :
1.5.1 Bagi Rumah Sakit khususnya Instalasi Radiologi
Dapat dipakai sebagai masukan dalam prosedur pemeriksaan
radiografi Lumbal Sakrum.
1.5.2 Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana cara
pemeriksaan Lumbal Sakrum
1.5.3 Bagi Akademik
Dapat dipakai
sebagai literatur tambahan dan bahan acuan untuk pemeriksaan lebih lanjut
tentang pemeriksaan Lumbal Sakrum.
1.6 Sistematika
Penulisan
Sistematika penulisan laporan kasus ini adalah sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan,observasi, manfaat
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II
DASAR TEORI
Berisi tentang Definisi, anatomi, fisiologi, eteologi dan faktor resiko, patologi,gejala
klinis,komplikasi serta teknik
radiografi Lumbal sakral.
BAB III PROFIL KASUS
Berisi tentang paparan kasus, tata laksana pemeriksaan dan pembahasan serta
proteksi radiasi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang pembahasan kasus.
BAB V PENUTUP
Berisi tentang
kesimpulan dan saran
BAB
II
DASAR
TEORI
2.1 Definisi
Spyndolosis Lumbal
Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang
berarti tulang belakang. Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada
sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus
intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau
dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama
terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi
superior dan inferior vertebra centralis (corpus). Secara singkat,
sponsylosis adalah kondisi dimana telah terjadi degenerasi pada sendi
intervertebral yaitu antara diskus dan corpus vertebra dan ligamen (terutama ligamen flavum) (John J. Regan, 2010).
2.2
Anatomi fisiologi
Anatomi fisiologi adalah ilmu dalam bidang kesehatan /
kedokteran yang mempelajari di dalamnya anatomi dan fisiologi metabolisme
tubuh, anatomi dan fisiologi sistem saraf, anatomi dan fisiologi sistem
digestif, anatomi dan fisiologi payudara, otak, panggul, dan bagian tubuh lainnya.
ilmu anatomi tubuh manusia ini wajib dikuasi oleh mahasiswa bidang kedokteran
khususnya, keperatan serta kebidanan. (Bruce M. Rothschild, 2009).
2.2.1
Anatomi
1.Vertebra
Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang
belakang adalah sebuah struktur yang lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang
yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Diantara tiap dua ruas tulang
pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan Panjang rangkaian tulang
belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 – 67 cm. Seluruhnya terdapat 33
ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang-tulang terpisah dari 19 ruas
sisanya bergabung membentuk 2 tulang. Kolumna vertebra terdiri dari 7 vertebra
servikal atau ruas tulang leher, 12 vertebra thorakal atau ruas tulang punggung,
5 vertebra lumbal atau ruas tulang pinggang, 5 vertebra sacrum atau ruas tulang
kelangkang, 4 vertebra koksigeus atau ruas tulang tungging (Evelyn, 1999)
(Gambar 1.2 Vertebra anatomy)
Dilihat dari samping
kolumna vertebralis memperlihatkan 4 (empat) kurva atau lengkung. Di daerah
vertebra servikal melengkung ke depan, daerah thorakal melengkung ke belakang,
daerah lumbal melengkung ke depan, dan di daerah pelvis melengkung ke belakang.
(Syaifuddin)
Anatomi yang akan diuraikan dalam Laporan kasus ini merupakan anatomi yang berhubungan dengan pemeriksaan Lumbosakral yang terdiri atas vertebra lumbal dan sakrum.
Anatomi yang akan diuraikan dalam Laporan kasus ini merupakan anatomi yang berhubungan dengan pemeriksaan Lumbosakral yang terdiri atas vertebra lumbal dan sakrum.
(gambar
1.3 vertebara Lumbal )
Vertebralis lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Badannya lebih besar dibandingkan badan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal. Prosesus spinosusnya lebar, tebal, dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus transversusunya panjang dan langsing. Apophyseal joint dari lumbal lebih ke posterior dari coronal plane, artikulasi ini dapat dilihat dengan posisi oblik. Foramen intervertebralis dari lumbal berada ditengah dari sagital plane.
Vertebra lumbal terdiri dari dua komponen, yaitu komponen anterior yang terdiri dari korpus, sedangkan komponen posterior yaitu arkus vertebralis yang terdiri dari pedikel, lamina, prosesus transverses, prosesus spinosus dan prosesus artikularis. Setiap dua korpus vertebra dipisahkan oleh discus intervertebralis dan ditahan serta dihubungkan satu dengan yang lain oleh ligamentum.
Foramina vertebralis lumbalis berbentuk segitiga, ukurannya sedikit lebih besar dari milik vertebra thorakalis tapi lebih kecil dari vertebra servikalis. Bagian bawah dari medulla spinalis meluas sampai foramen vertebra lumbalis satu, foramen vertebra lumbal lima hamya berisi kauda equina dan selaput – selaput otak.
Prosesus transversus berbentuk tipis dan panjang kecuali pada vertebra lumbal lima yang kuat dan tebal. Berukuran lebih kecil daripada yang terdapat pada vertebra thorakalis.
Prosesus spinosus berbentuk tipis, lebar, tumpul dengan pinggir atas mengarah ke arah bawah dank e arah dorsal. Prosesus ini dapat diketahui kedudukannya dengan cara meraba atau palpasi.
Prosesus artikularis superior meripakan fasies artikularis yang sekung dan menghadap posteromedial, sebaliknya fasies artikularis inferiornya cembung dan menghadap ke anterolateralis(Ballinger, 1995).
b.Sakrum
Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata (atau tulang koxa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis(panggul). Dasar dari sacrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas. Tepi anterior dari basis sacrum membentuk promontorium sakralis.
Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebralis (saluran tulang belakang) dan memang lanjutan daripadanya. Dinding kanalis sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf sacral. Prosesus spinosus yang rudimenter dapat dilihat pada pandangan posterior dari sacrum. Permukaan anterior sacrum adalah cekung dan memperlihatkan empat gili-gili melintang, yang menandakan tempat penggabungan kelima vertebra sakralis.
(gambar 1.4 Vertebra sakrum)
Pada ujung gili-gili
ini, disetiap sisi terdapat lubang-lubang kecil untuk dilewati urat-urat saraf.
Lubang-lubang ini disebut foramina. Apex dari sacrum bersendi dengan tulang
koksigeus. Di sisinya, sacrum bersendi dengan tulang ileum dan membentuk sendi
sakro-iliaka kanan dan kiri(Evelyn, 1999).
2.2.2
Fisiologi
Kolumna vertebralis merupakan bagian dari
rangka batang badan. Berfungsi untuk menyalurkan berat kepala, ekstrimitas atas
dan batang badan pada tulang panggul. Juga berfungsi untuk melindungi medula
spinalis serta selaput otaknya yang mempunyai tempat di kanalis vertebralis.
Fungsi ketiga dari kolumna vertebralis adalah untuk menghasilkan
gerakan-gerakan serta menjadi tempat lekat dari otot-otot. (Bajpai, 1991)
Vertebra lumbosakaral merupakan bagian dari tulang belakang/kolumna vertebralis yaitu susunan tulang-tulang kecil yang dinamakan ruas tulang belakang.
Tulang belakang gunanya adalah untuk menahan kepala dan alat-alat tubuh yang lain, melindungi sumsum tulang belakang yaitu lanjutan dari sumsum penyambung otak yang terdapat di dalam saluran tulang belakang dan tempat tulang-tulang panggul bergantung (Amstrong, 1989).
Vertebra lumbosakaral merupakan bagian dari tulang belakang/kolumna vertebralis yaitu susunan tulang-tulang kecil yang dinamakan ruas tulang belakang.
Tulang belakang gunanya adalah untuk menahan kepala dan alat-alat tubuh yang lain, melindungi sumsum tulang belakang yaitu lanjutan dari sumsum penyambung otak yang terdapat di dalam saluran tulang belakang dan tempat tulang-tulang panggul bergantung (Amstrong, 1989).
2.3 Etiologi
dan Faktor Resiko
Spondylosis lumbal muncul karena proses
penuaan atau perubahan degeneratif. Spondylosis lumbal banyak pada usia
30 – 45 tahun dan paling banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih banyak
menyerang pada wanita daripada laki-laki. Faktor-faktor resiko yang dapat
menyebabkan spondylosis lumbal adalah (Bruce M. Rothschild,
2009).
:
a.
Kebiasaan postur yang jelek
b.
Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti
aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan
membawa/memindahkan barang.
c.
Tipe tubuh
Ada beberapa faktor yang memudahkan
terjadinya progresi degenerasi pada vertebra lumbal yaitu (Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009) :
a. Faktor
usia , beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses penuaan merupakan faktor resiko yang
sangat kuat untuk degenerasi tulang khususnya pada
tulang vertebra. Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis deformans atau spondylosis meningkat
secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 – 70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada
usia 20 tahun dan sekitar 98% pada usia 70 tahun.
b.
Stress akibat aktivitas dan pekerjaan, degenerasi diskus juga berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian
retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma pada
lumbar, indeks massa tubuh, beban pada lumbal setiap hari (twisting, mengangkat, membungkuk, postur jelek
yang terus menerus), dan vibrasi seluruh tubuh
(seperti berkendaraan), semuanya merupakan faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan spondylosis dan keparahan
spondylosis.
c.
Peran herediter, Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi diskus. Penelitian Spector
and MacGregor menjelaskan bahwa 50% variabilitas
yang ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter. Kedua penelitian tersebut telah
mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif yang menunjukkan bahwa sekitar ½ (47 – 66%) spondylosis
berkaitan dengan faktor genetik dan
lingkungan, sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance training.
d. Adaptasi
fungsional, Penelitian Humzah and Soames menjelaskan bahwa perubahan degeneratif
pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan kinematik vertebra. Osteofit
mungkin terbentuk dalam proses degenerasi dan kerusakan cartilaginous mungkin
terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat terbentuk akibat adanya adaptasi
fungsional terhadap instabilitas atau perubahan tuntutan pada vertebra lumbar.
2.4 Patofisiologi
Perubahan patologi yang
terjadi pada diskus intervertebralis antara lain:
a. Annulus
fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan muncul retak pada berbagai sisi.
b. Nucleus
pulposus kehilangan cairan
c. Tinggi
diskus berkurang
d. Perubahan
ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat hadir tanpa menyebabkan adanya
tanda-tanda dan gejala.
Sedangkan pada corpus
vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya lipping yang
disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan penarikan
dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus
yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya crush fracture.
Pada ligamentum
intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal terutama pada daerah yang
sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari spinal cord
membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan
inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis intervertebralis.
Terjadi perubahan
patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan perubahan pada
osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan
bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan penekanan pada akar
saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis. (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, 2006).
2.5 Gambaran
klinis
Perubahan degeneratif dapat menghasilkan
nyeri pada axial spine akibat iritasi nociceptive yang diidentifikasi terdapat
didalam facet joint, diskus intervertebralis, sacroiliaca joint, akar saraf
duramater, dan struktur myofascial didalam axial spine (Kimberley Middleton and
David E. Fish, 2009).
Perubahan degenerasi
anatomis tersebut dapat mencapai puncaknya dalam gambaran klinis dari stenosis
spinalis, atau penyempitan didalam canalis spinal melalui pertumbuhan osteofit
yang progresif, hipertropi processus articular inferior, herniasi diskus,
bulging (penonjolan) dari ligamen flavum, atau spondylolisthesis. Gambaran
klinis yang muncul berupa neurogenik claudication, yang mencakup nyeri
pinggang, nyeri tungkai, serta rasa kebas dan kelemahan motorik pada
ekstremitas bawah yang dapat diperburuk saat berdiri dan berjalan, dan
diperingan saat duduk dan tidur terlentang (Kimberley Middleton and David E.
Fish, 2009).
Karakteristik dari
spondylosis lumbal adalah nyeri dan kekakuan gerak pada pagi hari. Biasanya
segmen yang terlibat lebih dari satu segmen. Pada saat aktivitas, biasa timbul
nyeri karena gerakan dapat merangsang serabut nyeri dilapisan luar annulus
fibrosus dan facet joint. Duduk dalam waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri
dan gejala-gejala lain akibat tekanan pada vertebra lumbar. Gerakan yang
berulang seperti mengangkat beban dan membungkuk (seperti pekerjaan manual
dipabrik) dapat meningkatkan nyeri (John J. Regan, 2010).
2.6 Komplikasi
Skoliosis merupakan
komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita nyeri punggung bawah
karena Spondilosis. Hal ini terjadi karena pasien selalu memposisikan tubuhnya
kearah yang lebih nyaman tanpa mempedulikan sikap tubuh normal. Hal ini
didukung oleh ketegangan otot pada sisi vertebra yang sakit.
2.7
Teknik
radiografi
Dalam pemeriksaan Spondyolosis
dibuat foto polos Lumbo
Sakrum. Dengan
menampakkan besar (ukuran) Tulang Vertebrae Lumbal Dan Sakrum.dan pada Proyeksi yang
diambil antero-posterior (AP) Dan Lateral . (http://dadang-saksono.blogspot.com/2010/07
2.7.1 Persiapan Alat Dan Pasien
a.Persiapan Pasien
1.Pasien ganti baju dan melepaskan benda-benda yang mengganggu gambaran radiograf.
2.Petugas menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien.
b.Persiapan Alat dan bahan
Alat–alat
dan bahan yang dipersiapkan dalam pemeriksaan vertebra lumbosakral antara lain
:
1.Pesawat sinar-X siap pakai
2.Kaset dan film sinar-X sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan (30 x 40 sebanyak 2 buah)
3.Marker untuk identifikasi radiograf
4.Grid atau bucky table
5.Alat fiksasi bila diperlukan
6.Alat pengolah film
1.Pesawat sinar-X siap pakai
2.Kaset dan film sinar-X sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan (30 x 40 sebanyak 2 buah)
3.Marker untuk identifikasi radiograf
4.Grid atau bucky table
5.Alat fiksasi bila diperlukan
6.Alat pengolah film
2.7.2 Proyeksi pemeriksaan
a.Proyeksi Anteroposterior
1.Tujuan
Mendapatkan radiograf dari lumbal, ruang diskus intervertebralis, ruang
interpediculate, lamina, processus spinosus, processus transversus dan sakrum.
2.Posisi Pasien
Pasien tidur supine, kepala di atas bantal,
knee fleksi.
3.Posisi Obyek
3.Posisi Obyek
a) Atur MSP tegak lurus kaset/meja pemeriksaan
(jika pakai buki).
b) Letakkan kedua tangan diatas dada.
c) Tidak ada rotasi tarsal / pelvis.
Gambar 1.5 (Posisi Anteroposterior Vertebra LumbaL Sakrum)
4.Sinar
CR : Tegak lurus kaset
CP : (a) Setinggi Krista iliaka (interspace L4-L5) untuk memperlihatkan lumbal sacrum dan posterior Cocygeus.
(b) Setinggi L3 (palpasi lower costal margin/4 cm di atas crista iliaka) untuk memperlihatkan lumbal.
SID : 100 cm
Eksposi : Saat eksposing pasien di arahkan tarik nafas,keluarkan dan tahan nafas
5. Faktor eksposi
Lumbal Sakrum AP(Antero-Posterior)
No
|
Ketebalan Obyek
|
KV
|
MA
|
SEC.
|
1
|
Kurus
|
67
|
200
|
0,160
|
2
|
Sedang
|
73
|
200
|
0,160
|
3
|
Gemuk
|
80
|
200
|
0,160
|
Kriteria : Tampak vertebra lumbal, space intervertebra, prosessus spinosus dalam satu garis pada vertebra, prosessus transversus kanan dan kiri berjarak sama.
b. Proyeksi Lateral
1). Tujuan
Mendapatkan radiografi lumbal, processus
spinosus, persimpangan lumbosakral, foramen intervertebralis dan sacrum.
2). Posisi Pasien
Pasien
lateral recumbent, kepala di atas bantal, knee fleksi, di bawah knee dan
ankle diberi pengganjal
(
Gambar 1.6 Posisi Lateral (Bontrager, 2001)
3). Posisi
obyek :
a. Atur MSP(mide sagital plane) tegak lurus kaset .
b. Pelvis dan tarsal true lateral
c. Letakkan pengganjal yang
radiolussent di bawah pinggang agar vertebra lumbal sejajar pada meja
(palpasi prosessus spinosus).
4). Sinar :
a. CR : Tegak
lurus kaset.
b. CP
: Setinggi Krista iliaka
c. SID : 100
cm.
d. Eksposi :
Ekspirasi tahan napas.
5). Faktor
eksposi
NO
|
KETEBALAN OBYEK
|
KV
|
MA
|
SEC.
|
1
|
Kurus
|
70
|
200
|
0,250
|
2
|
Sedang
|
75
|
200
|
0,250
|
3
|
Gemuk
|
83
|
200
|
0.250
|
Kriteria :
a. Tampak foramen
intervertebralis L1 – L4, Corpus vertebrae, space intervertebrae, prosessus
spinosus dan L5 – S1
b. Tidak ada rotasi
2.8 Proteksi radiasi
Proteksi Radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan
yang berkaitan dengan teknik kesehatan lingkungan yaitu tentang proteksi yang
perlu diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang terhadap kemungkinan
diperolehnya akibat negatif dari radiasi pengion.
Filosofi proteksi radiasi yang dipakai sekarang
ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi (International
Commission on Radiological Protection, ICRP) dalam suatu pernyataan yang
mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai berikut:
1. Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali
mempunyai keuntungan yang positif dibandingkan dengan risiko, yang dikenal
sebagai azas justifikasi,
2. Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah
mungkin yang bisa dicapai (as low as reasonably achievable, ALARA) dengan
mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, yang dikenal sebagai azas optimasi,
3. Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang
direkomendasikan oleh ICRP untuk suatu lingkungan tertentu, yang dikenal
sebagai azas limitasi.
Konsep untuk mencapai suatu tingkat serendah mungkin
merupakan hal mendasar yang perlu dikendalikan, tidak hanya untuk radiasi
tetapi juga untuk semua hal yang membahayakan lingkungan. Mengingat bahwa tidak
mungkin menghilangkan paparan radiasi secara keseluruhan, maka paparan radiasi
diusahakan pada tingkat yang optimal sesuai dengan kebutuhan dan manfaat dari
sisi kemanusiaan.
Menurut
Bapeten, nilai batas dosis dalam satu tahun untuk pekerja radiasi adalah 50 mSv
(5rem), sedang untuk masyarakat umum adalah 5 mSv (500 mrem). (BAPETEN, 2001):
2.8.1 Proteksi radiasi untuk masyarakat umum :
-
Nilai batas
dosis radiasi untuk masyarakat umum adalah 5 mSv/tahun atau 1/10 dari pekerja
radiasi.
-
Nilai batas dosis untuk penyinaran lokal adalah 50
mSv (5 rem) / tahun selain lensa mata 15 mSv (1,5 rem) / tahun.
-
Pengantar pasien atau perawat tidak diperbolehkan
berada di dalam ruang pemeriksaan pada waktu eksposi.
-
Bangunan instalasi radiologi dirancang sedemikian
rupa sehingga radiasi hambur dapat diserap.
2.8.2
Proteksi radiasi untuk pasien
-
Membatasi luas lapangan penyinaran.
-
Gunakan apron untuk melindungi gonad pasien, ini
seharusnya dilakukan pada pasien.
-
Mengatur dosis radiasi sesuai kondisi obyek yang
akan diperiksa/meminimalisasi dosis radiasi.
-
Memposisikan pasien dengan benar sehingga dapat
mengurangi terjadinya pengulangan pemotretan.
2.8.3 Proteksi radiasi untuk pekerja radiasi :
-
Nilai batas dosis pekerja radiasi adalah 50 mSv/tahun atau ( 5 rem) / tahun.
-
Pekerja radiasi tidak dibenarkan memegang pasien
selama eksposi.
-
Hindari penyinaran bagian-bagian yang tidak
terlindungi.
-
Pemakaian sarung tangan, apron yang berlapis Pb
dengan tebal 0,5 mmPb.
-
Gunakan alat pengukur radiasi.
-
Periksa perlengkapan-perlengkapan yang akan
digunakan apabila ada kemungkinan bocor/rusak.
BAB
III
PROFIL
KASUS
3.1 Profil Kasus.
Pada laporan ini akan
membahas tentang adanya profil kasus Lumbal sakrum pada indikasi LBP(Low back pain ) pada Spyndolyosis Lumbal yang terjadi di RSUD SIDOARJO.
pada
pasien :
Nama :
Ny. HZ
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : Pondok jati
Keterangan Klinis : LBP(low back pain)
Definisi analisa : -
Spyndolyosis Lumbal
3.2 Riwayat pasien
Seorang Perempuan 37 tahun, datang
ke rumah sakit dengan keluhan nyeri
pinggang bawah menjalar ke tungkai. Awalnya
pasien merasakan nyeri pada pinggang, kemudian pasien berobat ke tukang urut.
Keesokan harinya pasien merasakan nyeri menjalar ke tungkai kanan bawah. Nyeri timbul tiba-tiba, terasa seperti berdenyut dan ditusuk-tusuk. Nyeri
pinggang menjalar ke sisi luar tungkai kanan
hingga ke ibu jari kaki. Nyeri bertambah jika pasien bangkit dari duduk,
saat batuk dan mengejan. Nyeri
berkurang saat pasien tidur dengan memiringkan badan ke sisi yang tidak sakit. Pasien merasakan
sedikit bebas pada tungkai kanannya. Kelemahan
anggota gerak tidak ada. BAB dan BAK biasa. Demam tidak ada. Penurunan berat badan tidak ada. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga .hal ini terjadi berapa selang stelah melahirkan anak yang ke2.
3.3 Pembahasan Kasus
Dalam kasus ini, Pemeriksaan Lumbal Sakrum di Instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo tidak
memerlukan persiapan khusus, cukup memberikan penjelasan kepada pasien mengenai
jalannya pemeriksaan supaya pasien merasa nyaman. Pasien di suruh ganti baju serta diberitahu untuk
melepas benda-benda
yang bersifat radioopaque.
Pada prosedur pemeriksaan diagnostik menggunakan Proyeksi
AP dan Lateral dalam pemeriksaan tersebut . Pemeriksaan radiografi ini dilakukan untuk mendiagnosa dan meyakinkan persyarafan pada sendi tulang Vertebra Lumbosakral
yang menyebabkan LBP(low back pain) Yang biasa disebut nyeri tulang belakang
dan juga serta membahas kesesuaian
pemeriksaan di lapangan dengan teori yang ada. Adapun prosedur dan alat
pemeriksaan Lumbal sakrum adalah sebagai berikut :
1.
Pesawat
Rontgen
(Quantum Medical imaging)
Merk : Thosiba
Manufactured : sept 2010 / 2010 – 09
Unit model : E7242X
(Sn) Ser. No : 10J006
Insert model : E7242
Ser.No : OHO663
Max. voltage : 125 kv
Focal Spot : 1.5 / 0.6
Pemanen filtration : 0.9 AI /
75
Sup.symbol : OMI
Stator : XS – RA
(gambar 1.7 Pesawat konventional Ronthgen)
2.
Kaset
dan Film Rontgen
Film : KODAK
Lanex-Reguler screens Kodak X-omat Cassete
Kaset dan film Rontgen yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah green sensitive yang memiliki ukuran
yaitu 30 x 40 cm.
(gambar 1.8 Kaset)
3.
Marker
Marker atau penandaan yang
terbuat dari timbal dengan huruf R atau L sangat penting untuk menghindari
kesalahan diagnosa.
(gambar 1.9Marker)
4.
Processing
Automatic
II).
. Pengolahan
Film Secara Otomatis
III).
Prinsip yang digunakan pada pengolahan
film secara otomatis pada dasarnya sama dengan pengolahan film secara manual.
Namun pada pengolahan film secara otomatis tidak ada tahapan rinsing. Hal
ini dikarenakan tahapan rinsing sudah digantikan oleh roller yang
berada di dalam mesin automatic processing. Tahapan yang ada
pada automatic processing adalah developing, fixing,
washing, dan drying.
IV).
Lamanya waktu pengolahan
film pada automatic processing lebih singkat
karena suhu larutan developer dan fixing lebih
tinggi sehingga mengakibatkan keaktifannya meningkat, dan
terjadinya agitasi secara terus menerus oleh roller.
(gambar 10 prosesing film)
5. Stasionary Grid
Fungsi grid adalah mengurangi radiasi hambur yang mencapai
film ketika proses pemotretan radiografi terjadi. Kualitas gambar akan
meningkat bila scatters (radiasi hambur) dapat dikendalikan
atau direduksi. Grid terlihat seperti sebuah lembar metal lembut yang
sederhana, tetapi sebenarnya sebuah alat yang dibuat dengan presisi tinggi
tetapi alat ini juga mudah rusak.
(Gambar 11
Stasionary Grid)
6.
Id
Camera
Untuk mengetahui identitas pasien
(Gambar 12 Printing Nama)
3.3 Pelaksanaan pemeriksaan
3.3.1
Persiapan
pasien
Tidak ada persiapan khusus pada
pemeriksaan Lumbal
Sakrum , hanya melepaskan benda-benda yang
dapat menimbulkan artefak pada radiograf.
3.3.2
Persiapan
Alat
a.
Pesawat sinar-X.
b.
Kaset ukuran 30x40cm.
c.
Marker R dan L.
d.
Prosesing Automatic
e.
Stasionary Grid.
f.
Printing Nama.
3.3.3
Tehnik
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan
Foto Lumbal Sakrum AP
(antero-posterior) :
a.
Posisi pasien
Tidur supine di atas meja
pemeriksaan, tangan disamping badan.
b. Posisi objek
Pusatkan
MSP(Mide Sagital Plane)tubuh ditengah garis
meja, untuk mencegah rotasi tulang belakang, tempatkan bahu dan pinggul pada
bidang horisontal dan sesuaikan MSP(Mide Sagital Plane) kepala sehingga
sejajar pada bidang yang sama dengan tulang belakang. Elbow difleksikan
dan tempatkan kedua tangan diatas dada. Pastikan tidak ada rotasi pada pelvis
dan kedua lutut diluruskan.
c.
Central Ray
Tegak
lurus dengan bidang film
d.
Central Point
Pada MSP(Mide
Sagital Plane) Diantara Lumbal 4 – Lumbal
5 atau
setinggi dengan crista illiaca
e. Film Focus Distance (FFD)
FFD berjarak 100 cm.
f. Faktor eksposi
kVp : 73, mAs :32
g. Kaset
30 X 40 cm.
h. Kolimasi
batas atas prosesus
xypoidius, batas bawah simpisis pubis, dan atur batas kanan kiri agar lumbosakrum tidak terpotong
(Gambar 13 Proyeksi AP Lumbosakral)
. Kriteria
gambar :
·
Tampak vertebra lumbal,
·
space intervertebra,
·
prosessus spinosus dalam satu garis pada
vertebra,
·
prosessus transversus kanan dan kiri
berjarak sama.
·
Tampak marker R/L
·
Kolimasinya sesuai dengan objek yang diperiksa
2.
Pemeriksaan
Foto Lumbal Sakrum
Lateral
a.Posisi pasien
Pasien lateral recumbent, kepala di
atas bantal, knee fleksi, dibawah knee dan ankle diberi
pengganjal.
b.Posisi objek
Pasien tidur
miring kearah yang diperiksa, knee joint fleksio, pinggul diganjal untuk mengurangi tekanan.
Bidang coronal median tubuh segaris dengan mid line
meja sehingga sumbu panjang tulang belakang terletak pada bidang mid line meja. Beri pengganjal pada
kepala pasien sehingga MSP(Mide Sagital Plane)
kepala sejalan dengan tulang belakang. Elbow fleksi, untuk mencegah rotasi lutut diganjal dengan alat fiksasi.
Gunakan gonad pada pasien pria. Beri aba-aba pada pasien untuk menahan napas pada saat ekspos
c .Central Ray
Tegak lurus kaset
d. Central Point
(a)
Setinggi Krista iliaka (interspace L4-L5) untuk memperlihatkan lumbal acrum dan posterior Cocygeus.
(b) Setinggi L3 (palpasi lower costal margin/4 cm di atas crista iliaka) untuk memperlihatkan lumbal.
(b) Setinggi L3 (palpasi lower costal margin/4 cm di atas crista iliaka) untuk memperlihatkan lumbal.
e. Film Focus Distance (FFD)
FFD berjarak 100 cm.
f. Faktor eksposi
kVp75 : , mAs :50
g. Kaset
30 X 40 cm.
h. Kolimasi
batas atas prosesus
xypoidius, batas bawah simpisis pubis, dan atur batas kanan kiri agar organ lumbosakrum mencangkup keseluruhan.
(Gambar 14 Proyeksi Lateral Lumbosakral )
. Kriteria
gambar :
A.
·
Tampak foramen intervertebralis Lumbal 1
– Lumbal 4,
·
Corpus vertebrae,
·
space intervertebrae,
·
prosessus spinosus dan Lumbal 5 – Sakrum
1.
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah penulis melakukan pengamatan Administrasi dan pemotretan secara
langsung terhadap jalannya pemeriksaan, untuk itulah dalam pembahasan ini akan
penulis membahas hal-hal yang berkaitan dengan hasil dari teknik pemeriksaan
Lumbosakral pada klinis spondyolosis Lumbalis.
4.1.
Pembahasan Administrasi
Pasien atas nama Ny.HZ datang ke administrasi
radiologi untuk mendaftar dengan membawa
Surat pengantar dari poli rehabilitasi medik dengan permintaan Lumbosakral pada klinis Spondyolosis
Lumbalis,pada permintaan proyeksi photo AP(antero
posterior) dan lateral.Setelah pendaftaran administrasi pasien diharap menunggu di depan ruang photo untuk
pemeriksaan lebih lanjut.
Menurut pendapat penulis pada sistem prosedur
yang sudah diterapkan pada bagian administrasi
sudah cukup baik. Dari pendaftaran,proses data dan pencatatan. Namun pada berkas pengantar sampai pada
radiografer terkadang lama . Sehinga pada antrian tunggu pasien menumpuk.
4.2.Prosedur
pemeriksaan
Pemeriksaan
Lumbosakral di RSUD Sidoarjo pada kasus spondyolosis lumbalis tidak diperlukan
suatu persiapan khusus, tetapi memerlukan tindakan segera dan proyeksi yang
dipergunakan adalah AP(antero-posterior dan lateral)pada posisi supine .
a. proyeksi AP(antero-posterior)
pada persiapan pasien . pertama
pasien terlebih dahulu ganti baju di kamar yang sudah disediakan agar tak
terdapat bayangan radiopaque.radiografer mempersiapkan alat dan kaset beserta grid , karena pada pemeriksaan ini tidak
menggunakan meja bucky. Posisi
pasien supine terlentang dan kaset pada tepat pada pertengahan Lumbosakral pada CP(center point)
SIAS(spina iliaka antero posterior) pada proyeksi pemeriksaan ini kriteria pemeriksaan gambar harus mencangkup vertebra
lumbal, space intervertebra,
prosessus spinosus dalam satu garis pada vertebra, prosessus transversus kanan dan kiri berjarak sama.
b.proyeksi lateral
prosedur tetap sama pada
pemeriksaan sebelumnya hanya pada kali ini pasien miring indorotasi
dan kolimasi sesuai batas penyinaran,pada pemeriksaan ini bertujuan untuk Mendapatkan radiografi lumbal,processus
spinosus,persimpangan lumbosakral, foramen intervertebralis dan sacrum
4.3. Proses Radiofotografi
Pada RSUD Sidorajo proses pencucian film
sudah sesuai dengan standar mulai mentup pintu ruangan kamar gelap dan
mematikan lampu serta di lanjutkan dengan memasukannya film ke automatic
prosesor.
Menurut
pendapat penulis penggunaan automatic prosesor
sudah umum dilakukan dan apabila
cairan developer dan fixer sudah lemah
akan menggangu kualitas film radiograf dan foto akan di ulang pemeriksaanya
pada pasien sehingga menambah efek radiasi pada pasien yang
4.4 Proteksi
Radiasi
Di instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo pada pemeriksaan Lumbo sakral terdapat Gonald shield pada leher , kepala dan mata untuk melindungi radiasi tapi alat ini jarang dipakai,sehingga operator hanya membatasi kolimasi seminimalis mungkin untuk paparan radiasi pada pasien
Di instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo pada pemeriksaan Lumbo sakral terdapat Gonald shield pada leher , kepala dan mata untuk melindungi radiasi tapi alat ini jarang dipakai,sehingga operator hanya membatasi kolimasi seminimalis mungkin untuk paparan radiasi pada pasien
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan
paparan kasus Lumbo sakral dengan
indikasi spyndyolosis Lumbal di Instalasi Radiologi RSUD SIDOARJO
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan
pemeriksaan Lumbo sakral posisi
AP(Antero-Posterior) Dan Lateral dapat diketahui dengan jelas bahwa telah terjadi degenerasi pada sendi
intervertebral yaitu antara diskus dan corpus vertebra .
2.
Foto proyeksi AP Dan Lateral Sudah Cukup
menegakkan Diagnosa pada pemeriksaan tersebut.
5.2
Saran
Adapun
saran yang dapat penulis sampaikan sehubungan dengan penulisan laporan kasus
ini adalah :
1.
Untuk petugas Radiografersaat melakukan pemeriksaan selalu menjaga komunikasi yang baik dengan pasien.
2.
Kurangnya jumlah alat imobilisasi, seperti
spone atau pengganjal obyek.
3.
Proteksi
radiasi bagi pasien perlu di tingkatkan dengan membatasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan luas obyek yang akan di foto.
4.
Pada pemeriksaan Lumbo Sakral terhadap
pasien sebaiknya digunakan Gonald Shield.
4. Proteksi
radiasi bagi masyarakat umum hendaknya
pengantar pasien atau orang
yang tidak berkepentingan tidak di perbolehkan masuk di dalam ruang pemeriksaan
dan di persilahkan menunggu di ruang tunggu yang ada di depan kamar pemeriksaan
dan pintu kamar pemeriksaan di tutup rapat.
DAFTAR PUSTAKA
Bratton,
Robert L. Assessment And Management Of Acute Low Back Pain. The American
academy of family physician. November 15, 1999 (online www.aafp.org22
September 2008)
Ballinger,
Philip W. 2003. Merrill’s Atlas of Radiographic Position & Radiologic
Prosedures volume one. USA: Mosby.
Pearce,
Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi
untuk Para Medis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Rahman,
Nova. 2009. Radiofotografi. Padang: Universitas Baiturrahman.
Bontrager,
K.L., 2001. Text Book Of Radiographic Positioning and Related Anatomy, Mysby
Inc,. Missauri.
Barbara
J.N., dkk., 2004. Differences in Measurements of Lumbar Curvature
Related to
Gender and Low Back Pain. Journal of Orthopaedic & Sports
Physical
Therapy 34(9): 524-534.
http://www.scribd.com/doc/44834841/Spondylosis-Lumbalis
TEHNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI
LUMBOSAKRAL DENGAN
KLINIS SPYNDPOALISIS LUMBAL DI
INSTALASI RADIOLOGI
RSUD SIDOARJO
Disusun
oleh :
RIFKI DWI YULIANZA
NIM : 1111041016
PRODI
D3
TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN
RADIOTERAPI
STIKes Widya Cipta Husada
Kepanjen - Malang
2013
HALAMAN PENGESAHAN
Telah
diperiksa dan disetujui untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan
I Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi STIKes Widya Cipta Husada Kepanjen
Malang.
Nama :
Rifki dwi yulianza
Nim :
1111041016
Judul : ”Tehnik Pemeriksaan Lumbosakral di Instalasi
Radiologi RSUD Sidoarjo.
Sidoarjo
, 13 januari 2013
Mengesahkan
CI
STIKes WCH CI Radiologi RSUD Sidoarjo
(..............................) (...................................)
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan segala puji syukur
kepada Tuhan YME atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan
(PKL) I dari tanggal 17 Desember 2012 sampai 13 Januari 2013 di Instalasi
Radiologi RSUD Kabupaten Sidoarjo.
Dalam
menyelesaikan laporan kasus ini
penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai
pihak, dan untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak
Rony Prisyanto, SST selaku Kaprodi D3 Radiologi STIKes Widya Cipta Husada.
2. Direktur
RSUD Sidoarjo yang telah bersedia memberi tempat untuk lahan PKL I.
3. Bapak
Martono , SST selaku CI Institusi.
4. Bapak Adhi Artono,Amd Rad
5. Bapak
Bambang, Amd Rad selaku CI ruangan.
6. Semua
Radiografer dan segenap staf administrasi radiologi yang telah bersedia
membimbing kami.
7. Teman-teman
Seangkatan Putra,Ria,Ayu yang telah memberikan formalitas selama PKL di RSUD
Sidoarjo
8. Semua
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
pembuatan Laporan Kasus ini.
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Kasus ini masih terdapat banyak
kekurangan dan kesalahan, mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca semua, guna memperbaiki Laporan Kasus berikutnya. Penulis juga
berharap semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri
maupun pembaca yang budiman.
Sidoarjo, 12 Januari 2013
Penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar